Jumat, 06 Juni 2014

Kebijakan LTV Tekan Potensi 'Bubble' Sektor Properti

Semarang - Bank Indonesia menyatakan kebijakan LTV atau pembatasan pembayaran uang muka dari 20 persen menjadi 30 persen mampu menekan potensi "bubble" properti atau peningkatan harga secara tiba-tiba karena permintaan properti dari spekulan berkurang.
"Penerapan kebijakan loan to value (LTV) ini tampaknya turut memperlambat pertumbuhan KPR. Perlambatan sendiri tercermin, khususnya untuk rumah dengan tipe bangunan lebih dari 70 meter persegi," kata Kepala Kantor Perwakilan BI Wilayah V Jateng & DIY Sutikno di Semarang, Kamis (5/6).
Menurut Sutikno tidak hanya mengalami perlambatan, tetapi komposisi penyaluran KPR perbankan juga berubah dari yang semula didominasi KPR untuk segmen menengah ke atas bergeser ke segmen bawah.
Data dari BI menyebutkan bahwa KPR perbankan untuk rumah tipe besar per Maret 2014 secara triwulanan tumbuh negatif 0,38 persen meski secara tahunan masih tumbuh 9,06 persen. Artinya, pertumbuhan tersebut lebih rendah daripada triwulan sebelumnya, yaitu 1,55 persen dan 12,65 persen untuk tahunan.
Sutikno mengatakan bahwa secara triwulan untuk KPR tipe menengah tumbuh 0,73 persen dan tahunan tumbuh 27,56 persen, artinya pertumbuhan lebih rendah daripada triwulan sebelumnya 2,89 persen dan tahunan 37,57 persen.
"Perlambatan pertumbuhan KPR juga terjadi pada rumah tipe kecil yang secara triwulanan hanya mampu tumbuh 2,94 persen di bawah pertumbuhan triwulan sebelumnya 4,03 persen," jelasnya.
Sementara itu, jika diamati secara tahunan KPR untuk rumah tipe kecil, menurut dia, justru tumbuh tinggi, yaitu sebesar 28,25 persen, atau jauh di atas pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 7,61 persen.
"Melonjaknya pertumbuhan KPR untuk rumah tipe kecil ini, terutama didorong oleh meningkatnya permintaan kredit dari 'end user'. Di samping itu, juga karena pengaruh pergeseran minat investor dalam berinvestasi yang semula memilih membeli rumah tipe besar bergeser ke rumah tipe kecil karena tidak terkena ketentuan LTV," paparnya.
Meski mengalami perlambatan, kata Sutikno, antusiasme perbankan di Jawa Tengah dalam menyalurkan KPR masih relatif cukup tinggi, sebagaimana tercermin dari pertumbuhan KPR per Maret 2014 tercatat 21,23 persen.
Sutikno mengatakan bahwa lokasi proyek yang menyerap KPR relatif tinggi yang tersebar di beberapa wilayah. Misalnya, Kota Semarang menyerap KPR dengan porsi paling tinggi mencapai 30,62 persen; Surakarta 7,90 persen; Kabupaten Banyumas 6,20 persen; Kabupaten Semarang 5,82 persen; dan Sukoharjo sebesar 5,25 persen.
"Pangsa KPR yang relatif tinggi sejalan dengan bertumbuhnya perekonomian mendorong pengembang terus membangun properti residensial di wilayah tersebut," tukasnya. (beritasatu.com)