Rabu, 02 Juli 2014

Di Malaysia, Pembeli Properti Asal Indonesia Melonjak 40 Persen


Jumlah pembeli asing asal Indonesia di pasar properti Malaysia terus meningkat dengan pertumbuhan 5 persen per tahun atau 40 persen sejak tahun 2006 hingga awal 2014. Konsumen Indonesia membeli properti di Kuala Lumpur, Penang, dan Johor, terutama kawasan Puteri Harbour. 


Pertumbuhan jumlah pembeli asal Indonesia itu dimungkinkan karena harga properti di Singapura sudah sangat tinggi atau empat kali lipat lebih mahal dibanding harga properti Malaysia. Sementara itu, harga properti di Malaysia masih terhitung kompetitif, yakni mencapai rerata 300.000 ringgit Malaysia atau ekuivalen dengan Rp 1,1 miliar per unit. 



"Peningkatan jumlah orang Indonesia yang membeli properti di Malaysia menjadikannya sebagai kelompok pembeli terbesar ketiga setelah Singapura, dan Tiongkok," ujar Chief Operating Officer and President Pacific Star Holdings Pte Ltd., Glen Chan, kepada Kompas.com, Jumat (27/6/2014).



Properti Malaysia menjadi menarik, lanjut Glen, karena menawarkan potensi kenaikan harga sebagai dampak positif dari pengembangan masif infrastruktur-infrastruktur baru seperti jaringan transportasi kereta berkecepatan tinggi (high speed rail link) yang menghubungkan Singapura-Johor-Kuala Lumpur.



Pendapat senada dikemukakan Direktur Alpha Marketing, Ryan Khoo. Menurutnya, harga properti Singapura sangat mahal, sehingga memunculkan peluang tumbuhnya pasar baru seperti di Malaysia.



"Regulasi ramah investasi yang diterapkan Pemerintah Malaysia juga ikut mendukung pertumbuhan tersebut. Sebut saja, pengenaan pajak yang ringan, suku bunga kredit properti yang rendah hanya 4 persen, tak ada batasan jumlah pembelian untuk orang asing, kemudahan paket kepemilikan dan lain-lain kebijakan ramah investasi," tutur Ryan. 



Tak pelak, tawaran-tawaran kemudahan tersebut di atas menggoda pembeli dan investor asal Indonesia untuk juga "memborong" apartemen menengah-atas yang dikembangkan Pacific Star. Dari total 660 unit apartemen Puteri Cove Residences seharga Rp 2,5 miliar hingga Rp 20 miliar per unit, 8 persen di antaranya dibeli orang Indonesia. Padahal, proyek ini baru akan dipasarkan secara resmi di Indonesia pada Agustus mendatang. (kompas.com)
Selengkapnya »

Properti untuk Gengsi dan Koleksi Hanya Ada di Jakarta dan Bali


Properti gaya hidup atau lifestyle property memang belum banyak ditawarkan di Indonesia. Namun, kehadirannya mulai menjadi fenomena seiring bertumbuhnya jumlah orang super kaya. 

Menurut hasil riset The Wealth Report 2014 keluaran Knight Frank Indonesia, orang ultra kaya (ultra high net worth indoviduals atau UNHWI) Indonesia pada 2013 mencapai 834 orang. Sebanyak 626 orang dikategorikan sebagai super kaya dengan aset lebih dari 30 juta dollar AS,  dan super kaya centa sejumlah 185 orang dengan aset hingga 100 juta dollar AS. 

Sementara kalangan berjuluk miliarder sebanyak 23 orang. Untuk kategori terakhir, adalah mereka yang selama ini menjadi "langganan" daftar peringkat orang terkaya versi Forbes. 

Merekalah pembeli properti gaya hidup yang ditawarkan pengembangnya hanya sebagai instrumen gengsi, koleksi dan juga simbol status. Properti gaya hidup ini dijual dengan harga 25 persen hingga 50 persen lebih tinggi ketimbang properti mewah sekelas.

Menurut CEO Leads Proeprty Indonesia, Hendra Hartono, pengembang Indonesia sudah mulai melirik properti gaya hidup ini. Meski tidak komprehensif, namun memiliki beberapa fitur yang dapat melengkapi kebutuhan prestise dan simbol status calon pembelinya. 

"Lifestyle property didefinisikan sebagai hunian mewah yang memiliki ciri-ciri dan merefleksikan gaya hidup dengan beberapa fasilitas penunjang status para calon pembeli. Ada fitur dermaga, tempat penyimpanan anggur, parkir mobil di masing-masing unit apartemennya, atau bisa juga chef restoran terkenal yang dipanggil khusus ke unit apartemen pemilik yang bersangkutan," papar Hendra kepada Kompas.com, Senin (30/6/2014). 

Bahkan, dalam kacamata COO and President Pacific Star Holdings, Glen Chan, properti gaya hidup sama seperti jam tangan "Rolex". Siapa saja yang memakai jam ini, akan diterima dalam pergaulan internasional. 

Di Indonesia, properti gaya hidup hanya ada di Jakarta dan Bali. Di Jakarta, properti-properti ini berada di lokasi premium seperti CBD Thamrin, CBD Sudirman, kawasan Menteng, dan Pondok Indah yang dikembangkan oleh developer khusus (boutique developer). 

"Biasanya, apartemen tersebut tidak dijual secara komersial untuk para investor. Tetapi cenderung ditawarkan kepada pengguna akhir (end user) yang memang menghargai fitur-fitur mewah seperti itu," tambah Hendra. 

Sementara di Bali, properti yang ditawarkan berkonsep resor atau villa dengan pemandangan laut lepas yang hanya bisa diakses penghuni, atau pegunungan dengan tingkat privasi tinggi. Properti-properti ini dikelola secara profesional dengan melibatkan jaringan international (international chain operator).

"Mereka menggunakan propertinya untuk acara-acara tertentu seperti arisan, pesta ulang tahun, atau pesta pergantian tahun. Kalau disewakan, imbal hasilnya tidak sebanding dengan harga jualnya," tutur Hendra. (kompas.com)
Selengkapnya »

Singapura, Pasar Properti Paling Transparan Se-Asia


SINGAPURA - Perusahaan konsultan properti JLL menobatkan Singapura sebagai negara pasar properti paling transparan di Asia. Singapura berhasil menyalip Hong Kong yang sebelumnya berada di posisi ini dalam laporan dua tahunan JLL yang berjudul Global Real Estate Transparency Index.

Seperti dikutip dari Property Report, Kamis (3/7/2014), ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan mengapa Singapura menjadi pasar propeti paling transparan di Asia. 

Pertama, berbagai kebijakan yang dikeluarkan pemerintah untuk mendinginkan pasar propertinya., sehingga mempengaruhi tingkat transparansi pasar.

Kedua, Singapura memiliki fundamental hukum pasar yang baik, dan pajak properti yang rendah. Selain itu, pertumbuhan ekonomi, sorotan media, penghargaan, ekspansi global yang nyata, juga menjadi alasan mengapa Singapura yang dipilih menduduki predikat ini.

Tidak hanya itu, Singapura juga terkenal dengan kemudahan memperoleh data yang spesifik seperti informasi pendaftaran tanah.  Jika di ranking dunia, Singapura berada di posisi 13, disusul dengan Hong Kong diperingkat 14. 

Global Real Estate Transparency Index yang dirilis JLL mendata 100 negara di dunia. Didirikan sejak tahun 1999, tahun ini ada 102 pasar properti di berbagai negara yang disurvei JLL. (okezone.com)
Selengkapnya »

Rabu, 25 Juni 2014

Ini dia 60 pengembang yang dilaporkan ke polisi oleh Kemenpera


Menteri Perumahan Rakyat mendatangi Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia, Selasa untuk melaporkan 60 perusahaan properti yang melanggar aturan pembangunan hunian berimbang.

"Saya minta Jaksa Agung mengusut dan menindak pengembang rumah mewah yang tak mematuhi aturan itu," kata Djan Faridz setelah memasukkan laporan ke Mabes Polri.

Dalam surat bernomor 172/M/HK.02.04/06/2014 itu, Djan Faridz meminta adanya tindakan hukum bagi pengembang rumah mewah yang melanggar pasal-pasal dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Pembangunan Hunian Berimbang bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah. Dalam daftar tersebut, terdapat pemain-pemain besar dalam usaha properti, seperti Grup Ciputra, Alam Sutera, Sinarmas Land, dan Wika Realty.

Tak hanya memperkarakan pengembang perumahan di wilayah Jakarta dan sekitarnya, sejumlah nama pengembang properti di daerah pun turut masuk dalam daftar. Salah satunya adalah PT Maha Karya Abadi Sejahtera yang beralamat di Denpasar dan membangun kompleks perumahan Ubud Kriyamaha Villas. Selain itu, ada pula PT Tanah Hufa yang membangun perumahan Hufa Hills di Lombok Barat dan PT Quarta Tata Kawasan, pengembang Sawangan Residence Ideal di Bandung.

Saat dihubungi wartawan, Deputi Pengembangan Kawasan Kementerian Perumahan Rakyat, Agus Sumargiarto, mengatakan pengaduan ini dimaksudkan untuk membuat pengembang semakin sadar akan kewajibannya membangun hunian berimbang. "Kami tidak bermaksud memberatkan, pengembang bisa bekerja sama untuk memenuhi aturan ini," kata Agus.

UU Nomor 1 Tahun 2011 itu mewajibkan pengembang rumah mewah untuk membangun rumah sederhana bagi kelas menengah dan miskin. Proporsinya adalah tiga rumah sederhana dan dua rumah menengah untuk setiap satu rumah mewah, sebagaimana tercantum dalam Permenpera Nomor 10 Tahun 2012. Sementara itu, untuk rumah susun, pengembang wajib membangun rumah susun sederhana dengan luas sekurang-kurangnya 20 persen dari luas total lantai rumah susun komersial yang dibangun.

Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch, Ali Tranghada, mengatakan kesulitan terbesar pengembang dalam memenuhi aturan tersebut adalah tingginya harga tanah. "Pemerintah harusnya bisa menyediakan bank tanah agar pengembang juga mudah untuk membangun hunian berimbang," kata Ali.

Berikut ini adalah daftar lengkap pengembang yang diperkarakan Kemenpera.

1 PT Ciputra Indah
2 PT Jaya Real Property Tbk
3 PT Metropolitan Land
4 PT Wika Realty
5 PT Mahardika Propertindo
6 PT Cakrawala Nusa Dimensi
7 Damai Putra Group
8 PT Tirta Segara Biru
9 PT Hasana Damai Putra
10 Duta Putra Land
11 PT Semangat Panca Bersaudara
12 PT Inti Gelora Andamari
13 PT Kentanix Supra International
14 PT Panca Muara Jaya
15 PT Griya Protensa Karya Maju
16 PT Dwikarya Langgeng Sukses
17 Sinarmas Land
18 PT Putra Adhi Prima
19 PT Sinar Menara Deli
20 PT Dimas Pratama Indah
21 PT Pandega Citra Niaga
22 PT Tiara Metropolitan Indah
23 PT Cipta Pesona Karya
24 PT Pesona Gerbang Karawang
25 PT Wahana Centra Sejati
26 PT Dinamika Alam Sejahtera
27 PT Suryamas Duta Makmur Tbk
28 PT Perdana Gapura Prima Tbk
29 PT Gapura Inti Utama
30 PT Megapolitan Gapura Prima
31 PT Abadi Mukti
32 PT Abadi Mukti Guna Lestari
33 Gapura Prima Group
34 PT Riscon
35 PT Mitra Selaras Sejati
36 PT Galuh Citarum
37 PT Gunung Subur Sentosa
38 Alam Sutera
39 PT Bukit Jonggol Asri
40 PT Rivela International
41 PT Graha Biana Cikarang
42 PT Sentul City Tbk
43 PT Maha Karya Abadi Sejahtera
44 PT Tanah Hufa
45 PT Sarana Niasa Sejahtera
46 PT Quarta Tata Kawasan
47 PT HK Realtindo
48 PT PP Property & Realty
49 PT Danau Winata Indah
50 PR Pardika Wisthi Sarana
51 PT Trimita Propertindo
52 PT Cempaka Sinergy Realty
53 PT Koba Pangestu
54 PT Amanzana Kencana
55 PT Sartika Cipta Sejati
56 PT Depok Cipta Sejati
57 PT Propindo Seayu
58 PT Jakarta Cipta Utama
59 PT Kurnia Propertindo Sejahtera
60 PT Elite Prima Hutama

Selengkapnya »

Ironis, Penyaluran KPR FLPP Baru Mencapai 40%

Kementerian Perumahan Rakyat (Kempera) mengkalim penyaluran Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) berskema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) tahun ini sudah mencapai 40%. Angka itu setara dengan sekitar 22.991 rumah dari target 57. 990 rumah yang dianggarkan sebesar Rp 4,5 triliun.

Deputi Pembiayaan Kempera Sri Hartoyo mengatakan, target penyerapan FLPP tersebut sudah lebih tinggi dari rencana yang ada. Karena itu, kata dia, pihaknya optimistis penyaluran FLPP bisa tuntas sampai akhir tahun.

"Kami optimistis semua anggaran bisa tersalurkan. Perbankan juga sudah siap melaksanakannya," kata Sri Hartoyo, di kantornya, di Jakarta, Selasa (24/6).

Dia mengatakan, Kempera pada awalnya menargetkan penyaluran FLPP untuk rumah bersubsidi ini bisa mencapai 120 ribu dengan anggaran capai Rp 9,7 triliun. Namun, tambahnya, karena anggaran yang tersedia pada tahun ini hanya Rp 4,5 triliun, jumlah rumahnya pun menurun menjadi 57.992 unit.

"Kami berharap ada penambahan anggaran melalui APBN Perubahan sebesar Rp 5,2 triliun dan kami masih lakukan koordinasi dengan pihak menteri keuangan untuk membahas masalah ini," kata dia.

Hal senada disampaikan direktur BLU PPP Kempera Budi Hartono, sampai saat ini penyaluran sudah cukup baik dan hasil pantauan dengan bank pelaksana selama ini juga sudah berjalan dengan baik.

Agar penyaluran KPR FLPP bisa berjalan lancar dan masyarakat mendapatkan rumah yang murah dan layak huni, pemerintah berencana bakal menggelar pameran di 11 kota pada bulan Agustus hingga September 2014. "Kami berharap pasokan dan penyerapan rumah bersubsidi akan semakin besar kedepan," jelasnya.

Menurutnya, semenjak digulirkan program FLPP pada tahun 2010 sampai dengan 2014 ini sudah tersalurkan 308.401 unit rumah dengan dana anggaran capai Rp13,15 triliun. Dimana pada tahun 2010 tersalurkan 7.959 dengan dana Rp242,65 miliar. Tahun 2011 tersalurkan 109.592 unit rumah dengan anggaran Rp3,6 triliun. Tahun 2012 tersalurkan 64.785 unit dengan anggaran Rp2, 5 triliun. Pada tahun 2013 tersalurkan 102.714 unit dengan anggaran Rp5,3 triliun.

"Sampai sekarang progresnya sudah lebih baik, dan mencapai 22.991 unit dengan anggaran yang terserap capai Rp1,7 triliun," katanya.

Seperti diketahui bahwa, Kempera sendiri bakal menghentikan penyaluran bantuan KPR yang menggunakan skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (KPR FLPP) rumah tapak bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) pada Maret 2015 mendatang. Kempera akan menyalurkan KPR FLPP untuk Rumah Susun sehingga dapat mendorong pembangunan hunian vertikal untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) di Indonesia.

"Saat ini KPR FLPP sedang dalam masa transisi karena KPR FLPP untuk rumah tapak mulai 31 Maret 2015 akan dihentikan dan diganti dengan tipe Rusun. KPR FLPP hanya akan diperuntukkan untuk rumah tapak yang diterbitkan Bank Pelaksana paling lambat 31 Maret 2015 dan diajukan pencairan dana FLPP nya paling lambat 30 Juni 2015," ujar Sri.

Sri Hartoyo mengatakan, rencana penghentian KPR FLPP untuk rumah tapak bukan berarti pemerintah tidak akan mengintervensi program perumahan untuk masyarakat. Namun sebaliknya, pemerintah akan berupaya mendorong pembangunan rumah susun sebagai solusi atas semakin berkurangnya lahan untuk perumahan di Indonesia.

"Kedepan, masyarakat masih dapat membeli rumah tapak yang dibangun oleh para pengembang dengan harga jual maksimal rumah tapak yang telah ditetapkan pemerintah tanpa subsidi KPR FLPP," tambahnya. (beritasatu.com)

Selengkapnya »

Ini Tiga Tantangan Bisnis Properti di 2014

Direktur Utama Bursa Efek Indonesia, Ito Warsito, menyatakan, bisnis properti yang sedang berkembang pesat di Indonesia memiliki tiga tantangan utama pada tahun ini. “Tantangan tersebut ialah ketatnya kebijakan moneter oleh Bank Indonesia, melemahnya ekonomi domestik, dan penyelenggaran pemilu,” ujarnya saat ditemui pada acara bertajuk Daya Saing Sektor Properti Melalui Pasar Modal di Hotel Pullman, Rabu, 25 Juni 2014.

Ito memaparkan bahwa Bank Indonesia menetapkan kebijakan moneter yang ketat dengan menentukan suku bunga acuan. “Tujuannya pengetatan ini ialah mengarahkan inflasi menuju ke sasaran 4,5 persen pada 2014 dan 4 persen pada 2015,” katanya.

Selain itu, kebijakan moneter Bank Indonesia juga turut memperketat pemberian fasilitas kredit pemilikan rumah (KPR). “Bank Indonesia juga melarang penggunaan fasilitas KPR inden untuk KPR rumah kedua selain menetapkan nilai agunan maksimal tipe 70 meter sebesar 70 persen untuk rumah pertama, rumah kedua sebesar 60 persen, dan rumah ketiga sebesar 50 persen,” tuturnya. 

Adapun tantangan kedua, menurut Ito, ialah melemahnya kondisi perekonomian Indonesia dalam setahun terakhir. “Salah satu indikatornya ialah nilai tukar rupiah yang hampir menembus Rp 12 ribu per dolar Amerika Serikat sehingga investor dan masyarakat menahan diri untuk membeli rumah,” ujarnya.

Selain itu, Ito juga menyebut hajatan pemilihan umum juga menjadi tantangan bagi bisnis properti tahun ini. Menurutnya, penyelenggaraan pemilu akan mendorong pengembang memilih untuk menunggu sebelum mengambil keputusan lebih lanjut. “Sebabnya pemerintahan baru pasti akan membawa kebijakan ekonomi baru yang berimplikasi pada keputusan bisnis perusahaan properti.” (tempo.co)

Selengkapnya »

REI Ajak Menpera Bahas Hunian Berimbang dengan Kepala Dingin

Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Realestat Indonesia (DPP REI), Eddy Hussy, menyatakan bahwa pihaknya sebagai perwakilan asosiasi profesi mengajak Kementerian Perumahan Rakyat untuk membahas masalah hunian berimbang dengan kepala dingin. Ajakan itu menyusul surat Menteri Perumahan Rakyat Djan Faridz yang mengadukan 191 pengembang dari 57 kelompok usaha ke Kepolisian Republik Indonesia, Rabu (18/6/2014). 

Eddy menyatakan, REI menolak bereaksi keras menanggapi surat yang dilayangkan Kemenpera tersebut. Dia bersikeras, REI sebagai perwakilan asosiasi profesi mengajak Kementerian Perumahan Rakyat untuk membahas masalah hunian berimbang dengan kepala dingin, karena dia merasa sejauh ini pengembang sudah menunjukkan niat untuk membangun hunian berimbang. 

"Kami ingin mengklarifikasi pengembang yang dilaporkan Pak Menpera ke Kejagung dan Polri. Kita ingin mencoba memberikan sedikit penjelasan. Kami sudah membangun sesuai izin dari pemerintah daerah, tentu saja sudah sesuai dengan tata ruang. Kalau ada sesuatu yang menurut Kementerian Rakyat tidak sesuai tentunya perlu satu koordinasi," ujar Eddy dalam konferensi pers Selasa (24/6/2014). 

Eddy menggarisbawahi, bahwa para pengembang yang berada di bawah naungan REI sebenarnya tidak keberatan membangun hunian berimbang untuk MBR. Namun, kenyataan di lapangan membuktikan bahwa para pengembang menemukan beberapa kesulitan, misalnya ketimpangan harga yang ditetapkan Kemenpera dan harga di lapangan.

Langkah koordinasi pun sebenarnya sudah dilakukan oleh REI pada Kemenpera. Namun, Eddy akan berusaha kembali mengkoordinasikan pada Kemenpera.

"Sesuatu hal ini pasti bisa diselesaikan kalau melalui koordinasi dan komunikasi yang baik. Kalau sampai ke ranah hukum, saya pikir masing-masing akan mengikuti aturan yang ada," kata Eddy.

Dia juga mengungkapkan, bahwa sejauh ini REI belum mendapatkan tembusan dari anggotanya mengenai surat yang dilayangkan Kemenpera. Secara pribadi, Eddy bahkan mengetahui hal ini dari media. Karena itu, menurutnya REI tidak bisa gegabah.

"Kami juga tidak ingin terlalu jauh mengomentari hal ini, karena kami juga belum mendapat tembusan dari teman-teman soal yang dilihat dari media itu. Tidak mungkin tanpa apa-apa kita langsung bereaksi, kita butuh koordinasi dan tidak bisa segera melaporkan kembali. Kita masih perlu koordinasi antara pengembang yang dilaporkan," pungkasnya. 

Sementara itu, sebagai salah satu pihak yang tercantum dalam surat kepada Kapolri, Direktur Utama Perumnas Himawan Arief hanya berkomentar ringan.

"Coba lihat kasat mata, adakah Perumnas bangun rumah mewah? Apa tidak dihitung rumah sederhananya," ujar Himawan seusai acara topping off rumah susun Bandar Kemayoran, Rabu (25/6/2014).  

Namun, Himawan juga mengungkapkan bahwa pihaknya tidak mempertimbangkan langkah hukum sebagai reaksi atas langkah Kemenpera. Menurut Himawan, hal tersebut tidak perlu dilakukan. (kompas.com)

Selengkapnya »

"Investasi Properti Tetap yang Terbaik"

Managing Director Corporate Strategy and Services Sinarmas Land Ishak Chandra mengingatkan, meski penuh risiko dan harus hati-hati, berinvestasi properti tetap yang terbaik karena sangat menguntungkan.

"Investasi adalah membeli untuk mendapatkan profit. Jadi, ketidakpastian dari investasi kita adalah risiko. Harus pintar mengelola risiko itu," kata Ishak dalam acara seminar finansial yang diselenggarakan Sinarmas Land di Jakarta, Senin (23/6/2014).

Menurut Ishak, risiko investasi terkait dengan kemungkinan mendapatkan actual return(pengembalian investasi)rendah, atau bahkan negatif. Dalam hal ini, properti berada pada tingkat risiko sedang (medium). Sementara itu, komoditi memiliki risiko tertinggi, dan bon pemerintah dianggap hampir bebas risiko.

Meski masih memiliki risiko, namun keuntungan yang bisa diperoleh dari investasi tersebut juga tinggi. Semakin tinggi risiko, biasanya semakin tinggi keuntungannya. Karena itu, Ishak masih menganggap properti sebagai investasi terbaik. 

Krisis yang terjadi pada 1998 merupakan contoh ideal atas kerugian dalam investasi properti. Kala itu, harga rumah bisa turun drastis. Bagaimana dengan saat ini? Ishak berpendapat, keadaan stagnan atau melambat juga salah satu bentuk risiko.

Namun begitu, kata dia, properti masih menjadi instrumen investasi ideal lantaran nilai properti bisa naik, sementara tiap bulan investor masih bisa mendapatkan pemasukan pasif. Properti merupakan satu-satunya kebutuhan dasar yang bisa jadi sarana investasi dan memberikan pemasukan pasif setiap bulan.

Memang, kewaspadaan dalam memilih investasi juga penting, begitu pula dengan memperkirakan dan mempersiapkan diri dari risiko masing-masing investasi. Dalam investasi properti pun, calon investor harus memilih jenis investasi tertentu.

"Investasi di properti pun jenisnya macam-macam. Ada residensial, komersial dan industrial, ritel, rural land, dan ada pula yang mengikutsertakantimesharing," ujarnya.

Menurut Ishak, mengetahui tujuan investasi merupakan hal penting ketika memulai investasi. Calon investor harus mengetahui target pengembalian, cara mengatur, dan memiliki rencana keuangan. 

Calon investor juga sebaiknya menghimpun informasi sebanyak mungkin mengenai properti tersebut, lokasi, perkembangan harga setempat, dan profil pengembangnya untuk menekan risiko. "Jangan pula melupakan fasilitas utama, infrastruktur, dan ada atau tidaknya bank tanah milik sang pengembang," tandasnya. (kompas.com)

Selengkapnya »

Selasa, 24 Juni 2014

4 Syarat Agar Rumah Sederhana Bebas PPN

Kementerian Perumahan Rakyat mendorong para pengembang untuk membangun rumah bersubsidi bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Terlebih kebutuhan rumah untuk masyarakat terus meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk serta pengembangan kawasan permukiman.

Namun rumah sederhana ataupun rumah sangat sederhana yang dibebaskan dari PPN itu harus memenuhi empat syarat sesuai aturan. Aturan yang dimaksud adalah Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 113/PMK.03/2014 tentang pembebasan PPN untuk rumah bersubsidi.

Syarat pertama, luas bangunan rumah tidak melebihi 36 meter persegi. Kedua, harga jual tidak melebihi batasan harga jual yang didasarkan pada kombinasi zona harga jual maksimal. 

Adapun syarat ketiga, rumah tersebut merupakan rumah pertama yang dimiliki dan digunakan sendiri sebagai tempat tinggal dan tidak dipindahtangankan dalam jangka waktu lima tahun sejak dimiliki. Luas tanah itu juga tidak kurang dari 60 meter persegi.

Sedangkan syarat keempat adalah masyarakat bisa memperoleh rumah tersebut secara tunai. “Ataupun dibiayai melalui fasilitas kredit bersubsidi maupun tidak bersubsidi atau melalui pembiayaan berdasarkan prinsip syariah," kata Deputi Bidang Pembiayaan Kemenpera Sri Hartoyo, seperti dikutip dari siaran pers, Selasa, 24 Juni 2014. 

Oleh karena itu, masyarakat dapat membeli rumah bersubsidi secara tunai maupun KPR selama harga jualnya sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam PMK. Berdasarkan PMK tersebut, ujar Hartoyo, juga diatur mengenai harga jual rumah bersubsidi untuk tahun 2014 hingga tahun 2018. 

Beleid tersebut mulai berlaku setelah 30 hari terhitung sejak tanggal diundangkan yakni per 10 Juni 2014 lalu. Adapun harga jual rumah bersubsidi yang ditetapkan terendah berada di Jawa dan Sumatera yakni Rp 105 juta sedangkan tertinggi di Papua dan Papua Barat Rp 160 juta per unit. (tempo.co)

Selengkapnya »

Mendesain Hunian Sehat

Hadirnya virus atau penyakit tanpa kita sadari kadang berasal dari lingkungan dan keadaan hunian yang kebersihannya tidak terjaga dengan baik. Hunian yang kebersihannya tidak terjaga akhirnya bisa menimbulkan virus ataupun penyakit, akhirnya penghuni hunian pun menjadi sakit. Karena itu, kebersihan hunian menjadi suatu hal yang sangat penting agar penghuni hunian dapat terhindar dari penyakit.

Beberapa hunian yang tidak terdesain dengan sempurna terkadang menjadi salah satu sumber penyakit, contohnya saja bila sirkulasi sebuah hunian kurang, akhirnya udara kotor yang berada pada hunian tidak bisa berganti dengan udara yang lebih bersih. Karena itu perlu adanya singkronisasi saat ingin mendesain sebuah hunian, wawasan tentang hunian sehat pun harus ditanamkan sejak dini sebelum memulai pembangunan hunian bahkan sebelum mendesain sebuah hunian.

Jadi kesehatan hunian memang sangat penting sebenarnya untuk diperhatikan. Lahan hunian yang sempit bukan menjadi batasan bahwa kesehatan hunian ikut minim juga. Kesehatan memang sangat erat kaitannya dengan kebersihan, karena itu sebelum menjaga kesehatan, kebersihan merupakan awal dari kesehatan. Jadi kesehatan hunian akan tercipta bila kualitas kebersihan hunian terjaga.

Hunian merupakan tempat terapi kesehatan fisik dan mental penghuni, baik pada saat sehat, dalam penyembuhan, atau tengah sakit. Hunian juga bisa menjadi tempat merelaksasikan dan memulihkan kesegaran tubuh penghuninya.

Krisis listrik dan tarif listrik yang terus naik harus diantisipasi dengan prioritas pemakaian perangkat listrik dan desain hunian hemat energi. Optimalisasi sinar matahari sebagai sumber pencahayaan alami hunian sepanjang pagi sampai sore hari dan sinar rembulan dan bintang di malam hari.

Pencahayaan memang sangat mempengaruhi kesehatan hunian, bagian hunian yang tidak tersentuh atau terkena cahaya sinar matahari bisa menjadi lembab, dan didaerah yang lembablah biasanya penyakit dan bakteri berkembang dengan baik.

Mengoptimalisasikan sinar matahari dan sirkulasi udara dapat dibuat dengan bukaan pintu dan jendela dengan lebar dan panjang hingga menyentuh lantai, tinggi plafon minimal 2,5 sampai 3 meter, sebaiknya lengkapi juga ruangan dengan skylight, seperti di atas ruang makan, kamar mandi, atau kamar tidur atas, hal ini akan membantu sinar matahari masuk kedalam ruangan hunian.

Skylight memang memiliki fungsi yang banyak, tidak hanya membantu menyinari ruangan saja, skylight juga membantu menghemat penggunaan listrik. Setiap ruang diupayakan mendapat sinar matahari dan udara segar yang baik untuk kesehatan hunian dan kesehatan penghuninya. Hunian yang memiliki sirkulasi cahaya dan udara yang baik bahkan dapat meminimalkan pemakaian penyejuk udara (AC), kipas angin, dan lampu, terutama di siang hari.

Pemasangan cermin pada salah satu dinding, seperti di teras, ruang keluarga, dan kamar mandi, akan menambah kesan luas suatu ruangan. Dekorasi dinding dengan lukisan, foto keluarga, sertifikat, plakat, atau benda etnik sebagai titik perhatian menambah hidup suasana ruang sekaligus memberikan terapi kejiwaan kepada penghuni.

Halaman sempit dapat difungsikan sebagai taman resapan air (taman kering) dengan struktur sederhana dari bawah ke atas, batu apung, ijuk, koral, pasir kasar, dan tanah, koral atau kerikil, dengan ketebalan beragam sesuai kondisi tanah.

Penanaman pohon di taman depan atau dihalaman depan memang memiliki fungsi yang lebih baik dibandingkan dengan menanam pohon dibagian taman belakang hunian, hal ini penting karena pohon merupakan pemasok oksigen sekaligus memberikan keteduhan dan kesejukan kepada penghuni.

Selengkapnya »

REI Desak Kemenpera Revisi Aturan Hunian Berimbang

Wakil Ketua Umum Bidang Hukum dan Perundang-Undangan Real Estate Indonesia (REI), Ignesjz Kemalawarta, menyatakan bahwa Menteri Perumahan Rakyat, Djan Faridz, harus bersedia berdialog dengan pengembang perumahan. "Dalam rangka mencari solusi atas kasus laporan Menteri Perumahan Rakyat yang menilai pengembang tak patuh," ujarnya.

Ignesjz mengungkapkan bahwa dialog dengan Menteri Perumahan Rakyat juga bertujuan untuk memperjelas metode yang dipakai oleh kementerian dalam menentukan kriteria pengembang nakal. "Jangan-jangan studi kementerian memakai metode sampling, padahal untuk hal seperti ini tidak boleh pakai metode seperti itu," jelasnya.

Selain itu, menurut ia, ada beberapa gagasan yang diusulkan pengembang yang tidak diakomodasi oleh kementerian manakala menerbitkan aturan hunian berimbang. "Salah satunya usulan pengembang soal standar harga rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah yang idealnya dihitung berdasarkan luas tanah dan tipe sehingga harganya tetap," ujarnya. Aturan menteri yang sekarang, lanjutnya, berpotensi besar membuat pengembang rugi karena harga rumah jadi tidak menentu.

Pernyataan Ignesjz ini menanggapi tindakanDjan Faridz yang melaporkan 60 pengembang perumahan ke kepolisian atas dugaan pelanggaran aturan pembangunan hunian berimbang sesuai Undang-undang Nomor 1 Tahun 2001 tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman dan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun.

Dalam UU tersebut dijelaskan bahwa pengembang wajib membangun rumah dengan komposisi 3:2:1. Artinya, setiap membangun 1 rumah mewah, pengembang wajib pula membangun 2 rumah menengah, dan 3 rumah sederhana. Aturan inilah yang dinilai Menteri Perumahan Rakyat, Djan Faridz, tidak dipatuhi oleh pengembang. (tempo.co)

Selengkapnya »

Hunian Bersubsidi Boleh Dijual? Ini Syaratnya

Deputi Bidang Pembiayaan Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) Sri Hartoyo menjelaskan ketentuan pengalihan rumah bersubsidi berdasarkan Peraturan Menteri Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2013. Peraturan itu efektif berlaku sejak 2 Mei 2014. 

Sri menjelaskan, rumah bersubsidi ditujukkan bagi masyarakat berpenghasilan rendah atau MBR). Namun, jika MBR sudah memiliki penghidupan lebih layak dan sejahtera, mereka bisa mengalihkan kepemilikan rumahnya. Hanya, ada syarat dan ketentuan yang berlaku. 

"Pengalihan berlaku sejak 2 Mei 2014, sejak tanggal diundangkan. Maksudnya, masyarakat dari penghasilan pas-pasan, kemudian penghasilannya lebih baik boleh dia jual melalui badan. Di Permen 3 sudah ada peraturannya," ujar Sri di Jakarta, Selasa (24/6/2014). 

Lebih lanjut Sri menjelaskan, Rumah Sejahtera Tapak atau Satuan Rumah Sejahtera Susun hanya dapat disewakan atau dialihkan kepemilikannya jika terjadi pewarisan, telah dihuni selama lima tahun untuk rumah tapak, dihuni lebih dari 20 tahun untuk hunian vertikal, pemiliknya pindah tempat karena peningkatan sosial ekonomi, atau untuk kepentingan Bank Pelaksana dalam penyelesaian kredit atau pembiayaan bermasalah.

Dia menambahkan, jika dialihkan melalui Badan Pelaksana atau PPP (Pusat Pembiayaan Perumahan), harga jual rumah akan disesuaikan dengan penetaman pemerintah. Sebaliknya, jika tidak melalui badan ini, masyarkaat diminta mengembalikan kemudahan dari pemerintah dan harga jual tetap dikenakan sesuai penetapan pemerintah.

Sementara itu, jika pengalihannya dilakukan untuk mendapatkan keuntungan, atau penyebabnya selain dari sebab-sebab yang sudah disebutkan sebelumnya, masyarakat akan dikenakan sanksi. Sanksinya berupa permintaan pembatalan jual-beli pada pengadilan, rumah diambil alih pemerintah, harga penggantian disesuaikan dengan harga perolehan awal, masyarakat diminta mengembalikan bantuan dari pemerintah, dan saksi pidana sesuai Pasal 152 UU1/2011 untuk rumah tapak dan Pasal 115 UU 20/201 untuk rumah susun. 

"Masyarakat yang melanggar akan dikenakan denda maksimal Rp 50 juta untuk rumah tapak dan maksimal Rp 200 juta untuk hunian vertikal," ujarnya. (kompas.com)

Selengkapnya »

Peluang MBR Dapatkan Rumah Makin Sulit, Pengembang Enggan Terapkan Hunian Berimbang

Menteri Perumahan Rakyat (Menpera) Djan Faridz mengancam akan mencabut izin pengembang yang tidak memenuhi aturan hunian berimbang. Para pengembang dinilai tidak mematuhi aturan pembangunan hunian berimbang sesuai Undang-undang Nomor 1 Tahun 2001 tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman dan Undang-undang (UU) Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun.

Sontak "gebrakan" Menpera ini mengejutkan masyarakat, khususnya Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). MBR mendukung kebijakan Menpera tersebut seraya berharap diberikan sanksi yang tegas kepada para pengembang yang tidak menyediakan rumah murah sederhana. Gebrakan Menpera itu kian membuat MBR sadar bahwa peluang mendapatkan rumah murah semakin sulit .

Sebelumnya dalam UU Nomor 1 Tahun 2011 itu dijelaskan bahwa pengembang wajib membangun rumah dengan komposisi 3:2:1. Artinya, setiap membangun satu rumah mewah, pengembang wajib pula membangun dua rumah menengah dan tiga rumah sederhana. 
Sementara itu, untuk rumah susun aturannya adalah minimal pengembang membangun sebanyak 20 persen dari total luas lantai rumah susun komersial untuk rumah susun umum/sederhana

Namun Pandapotan Ambarita, warga di Kecamatan Kutalimbaru mengakui sulitnya mendapatkan rumah murah. Faktor pendapatan dan perkembangan ekonomi, utamanya trik-trik pengembang yang hanya cari untung besar menguatkan pengakuannya itu.

"Ya kalau itu alasan Pak Menteri menindak para pengembang yang tidak menyediakan hunian berimbang, berarti makin benar dugaan kami. Dan itulah memang faktanya, kami sulit mendapatkan rumah sederhana," ujar Ambarita.

Menurutnya, pemerintah harus lebih berani bertindak. Sebab masyarakat miskin yang belum punya rumah di Sumut bahkan di Indonesia, sangat banyak. Karenanya, kebijakan Menpera yang akan memberi sanksi bagi pengembang, jangan main-main. Dan para penegak hukum juga harus tegas karena ini menyangkut pelanggaran UU.

Wiriawan Susengko di Jalan Letda Sujono, seorang calon konsumen rumah murah mengakui betapa sulitnya mendapatkan rumah murah saat ini. Menurutnya, harga yang relatif mahal ditambah lokasi rumah yang umumnya sangat jauh dari inti kota (pinggiran-red) mendorong niatnya membeli rumah komersil. "Kalau saya sih mending beli rumah nonsubsidi. Beli rumah murah justru kita merugi, yang materialnya murahan, ukurannya yang sempit dan desain rumah yang suka-suka pengembang. Toh kalau sudah beli, hampir 60% kita rombak lagi," katanya. 

Namun kalau dengan harga yang wajar, Susengko mengaku bisa saja membeli rumah murah. "Okelah kalau harganya terjangkau, nggak apa-apalah. Tapi kan tau sendirilah kita, udah harganya mahal, mendapatkannya pun susah. Di bank, kita sangat susah dikasih kredit," ujarnya.

Susengko mengatakan, jika pun pengembang mau mencari untung, namun jangan membebani masyarakat miskin. Lebih adil menurutnya untung dikejar dari orang-orang yang punya uang, semisal dengan membangun proyek-proyek besar. "Ya nggak masalah, tapi jangan pula kami-kami yang miskin ini "diembat" juga," katanya. (medanbisnisdaily.com)

Selengkapnya »

Kemenpera: Siapapun Menterinya, Skema FLPP Tetap Dipertahankan

Deputi Bidang Pembiayaan Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) Sri Hartoyo menyatakan, skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) akan tetap dijalankan pada masa kepemimpinan Menteri Perumahan Rakyat selanjutnya. Pada acara coffee break, Selasa (24/6/2014) pagi tadi di kantor Kemenpera, Jakarta, Selasa (24/6/2014), Sri mengatakan bahwa skema FLPP perlu dipertahankan lantaran paling berpihak pada masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). 

"Setahu saya, skema ini paling bagus untuk MBR, tapi bagi perbankan kurang. Kalau subsidi berevolusinya sangat panjang dari tahun 1974. Ini hampir sama dengan KPR di awal-awal dulu. Suku bunganya rendah dan tetap selama masa pinjaman. Ini akan memberikan rasa aman kepada MBR," ujarnya. 

Sri tidak menutup mata bahwa ada pihak yang memandang subsidi uang muka lebih cocok untuk mendukung daya beli masyarakat. Menjawab pandangan tersebut, dia mengungkapkan bahwa meski MBR bisa memulai cicilan tanpa uang muka, dengan skema tersebut MBR akan dikenakan suku bunga fluktiatif yang justeru akan memberatkan mereka. 

Untuk itu, lanjut Sri, FLPP akan tetap dipertahankan, meski Menpera datang dan pergi silih berganti. Pelaksanaan itu, kata dia, setidaknya untuk periode mendatang. Sri mengatakan, mempertahankan bunga yang tetap dalam skema ini juga dianggap sebagai bentuk keperpihakan pemerintah pada MBR. 

"Kalau MBR disikat dengan suku bunga yang fluktuatif, sensitif dia. Kami akan mempertahankan karena ini bentuk keperpihakan negara pada MBR," imbuhnya.

Sri menambahkan, skema KPR tersebut juga dipertahankan lantaran dianggap skema terbaik. Hanya saja, KPR memang membutuhkan dana yang sangat besar.

"Skema KPR itu ke depan akan kita pertahankan karena sudah terbaik menurut kita, tapi memang membutuhkan dana sangat besar. Ini merupakan implementasi dari undang-undang. Pemerintah memberikan kemudahan dalam pembiayaan, contohnya subsidi," ujar Sri.

Dia juga mengungkapkan bahwa sebetulnya bunga bisa lebih rendah dari buka FLPP saat ini. Yang pasti, lanjut Sri, FLPP dianggap jauh lebih baik dari subsidi uang muka.

"Subsidi uang muka itu memerlukan kapital. Subsidi uang muka itu sifatnya habis, kalau ini sifatnya bergulir. Subsidi uang muka memang bisa langsung mencicil, tapi bunganya nanti berfluktuasi. Non Performing Loan-nya meningkat. Kalau FLPP, Non Performing Loan-nya bisa ditekan," pungkasnya. (kompas.com)

Selengkapnya »

Senin, 23 Juni 2014

Pilih Investasi Reksadana atau Properti?

Sekadar hidup dari penghasilan tiap bulan kini tidak lagi cukup bagi sebagian orang. Berinvestasi menjadi cara yang dipilih untuk kesejahteraan keluarga, atau kepastian di hari tua. Namun, jenis investasi apa yang cocok dan terbaik?

Chairman IARFC Indonesia dan Senior Financial Advisor, Aidil Akbar membandingkan dua moda investasi yang banyak diincar masyarakat yakni reksadana dan properti. 

"Reksadana itu menjadi salah satu pilihan investasi yang lebih simpel, lebih layak, dan lebih cepat. Cuma kemudian, tidak hanya investasi, kita mengharapkan kenaikan pengembalian (return), tapi bisa juga ada return income. Nah, itu hanya bisa didapatkan dari investasi properti," ujar Aidil dalam acara seminar finansial yang diselenggarakan Sinarmas Land di Jakarta, Senin (23/6/2014).

Aidil mengaku, dia memulai investasi properti dengan mengumpulkan modal dari reksadana. Karena itu, kedua investasi ini harus saling mengisi. Sebagai perencana keuangan, Aidil menyarankan kliennya untuk memiliki semua jenis investasi. Agar ketika terjadi hal-hal tidak terduga, investor masih memiliki jalan keluar.

"Saya saja main properti diawali dengan investasi reksadana dulu. Baru ketika dananya sudah terkumpul, sebagian dipakai buat uang muka, dan sebagainya, kemudian larinya ke properti. Saya hanya pegang 30 persen investasi properti karena masalah likuiditas. Karena, kalau dari financial planner musti ada emergency fund, dana likuid, dan itu ada rasio yang disebut dengan liquid asset to total asset ratio. Harus ada rasio tertentu yang kita pegang dalam investasi kita," terangnya.

Aidil menyimpulkan bahwa dari kedua investasi, tidak ada yang lebih unggul. Keduanya, atau bahkan semua jenis investasi, saling melengkapi. Namun begitu, dia tidak menampik bahwa investasi properti bisa sangat menjanjikan sebagai investasi jangka panjang. Terutama, jika investasi properti tersebut dilakukan di lokasi yang tepat.

"Tapi dalam jangka panjang memang di beberapa lokasi tertentu, investasi properti menjanjikan. Bahkan, tiga sampai lima tahun terakhir ini bukan naik lagi, ini meledak. Saya ngalamin sendiri," pungkasnya. (kompas.com)

Selengkapnya »

Industri Properti Diproyeksi Tumbuh 30% di Semester II

JAKARTA - Pasar properti Indonesia dinilai mulai mengalami perlambatan pada periode 2014 ini. Hal ini tak lepas dari momentum pemilu yang terjadi di tahun ini.

Walau begitu, pengamat properti Ali Tranghanda mengatakan, setelah pemilu pasar properti Indonesia masih bisa mengalami kenaikan, meski masih dalam kategori lambat.

"Semester II saya prediksikan akan ada kenaikan 30 persen," jelas dia di Jakarta, Senin (23/6/2014).

Dia melanjutkan, pasar properti mengalami keadaan stagnan akibat pemilu. Bahkan, ada kecenderungan untuk mengalami kemunduran.

"Pada triwulan I, pasar properti tidak mengalami pergerakan, alias tidak naik, tidak anjlok," ungkap dia. (okezone.com)

Selengkapnya »

Ratusan Pengembang Diadukan ke Polisi, REI Bilang Terlalu Prematur!

Wakil Ketua Umum DPP Real Estat Indonesia (REI), Ignesjz Kemalawarta, mengatakan, pelaporan 191 pengembang dari 57 kelompok usaha properti oleh Menteri Perumahan Rakyat (Menpera) kepada Polri, Rabu (18/6/2014) lalu sebagai langkah prematur.

"Seharusnya, ada langkah yang dilakukan oleh pemerintah daerah (pemda) terlebih dahulu, terutama menyangkut peraturan pembangunan berimbang satu, dua, dan tiga," ujar Ignesjz kepadaKompas.com, Senin (23/6/2014).

Ignesjz menegaskan, pelaporan tersebut penuh kejanggalan, baik dari sisi regulasi, maupun pengawasan. Menurutnya, pemda harusnya melakukan fungsi pengawasan dengan memperingatkan lebih dahulu, baru kemudian ditindak. 

"Kalau sekarang, peraturan daerah saja belum keluar dan Pemdanya juga belum bergerak, tiba-tiba kita sudah diadukan. Banyak kejanggalan yang kita temukan. Kita lihat baru sampai situ. Baru ada fakta-fakta itu. Itu yang kita sampaikan, baru akan kita rangkum," ujarnya.

Ignesjz juga mengungkapkan peraturan menteri (Permen) yang dikeluarkan Kemenpera tak kalah janggal karena tidak realistis. Permen mengatur berdasarkan harga, bukan fisik rumah. Padahal, pengaturan hunian berimbang berdasarkan fisik rumah jauh lebih pasti ketimbang harga.

"Jika harga menjadi patokan, maka aturan satu, dua, dan tiga akan terus berubah dan tidak pernah habis berubah. Harusnya berpatokan pada fisik. Misalnya, rumah kecil itu luasnya 60 sampai 200 meter persegi. Bangunan terserah mau berapa. Sementara rumah mewah 600 sampai 2000 meter persegi. Lengkapi dengan aturan pajaknya. Jadi, ada batasan jelas," ujar Ignesjz.

Menurut Ignesjz, pengaturan dengan fisik lebih pasti ketimbang harga. Jika harga menjadi patokan, maka aturan satu, dua, tiga akan terus berubah dan tidak pernah habis berubah. Dia menegaskan kembali bahwa hal tersebut kita tepat dan perlu dibahas.

Terkait hal itu, sebagai langkah responsif, kata Ignesjz, REI akan segera mendiskusikan regulasi yang tidak berjalan semestinya. 

"Tanggal 24 mungkin kita sudah punya sikap untuk merespon. Kita diskusi dulu secara dalam, mengenai regulasi yang menurut kita tidak jalan, Kemenpera bagaimana. Mungkin dalam 10 (aturan) itu ada tujuh yang sudah ada jalan keluarnya seperti ini, mungkin ada tiga yang tidak ketemu. Yang tidak ketemu itu kan musti dibawa ke lembaga lain," jelas Ignesjz.

Sebelumnya diberitakan, Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) telah mengadukan 191 perusahaan dari 57 kelompok usaha pengembang kepada Kapolri, pada Rabu (18/6/2014) lalu. Pengaduan yang dilayangkan melalui Surat Menteri Perumahan No.172/M/HK.02.04/06/2014 tersebut berisi dugaan pelanggaraan ketentuan hunian berimbang. (kompas.com)

Selengkapnya »

Rabu, 18 Juni 2014

Harga Properti Jakarta Termahal di Indonesia

Memasuki kuartal II 2014, harga properti Jakarta masih yang termahal di seluruh Indonesia. Harga rata-rata properti, khususnya apartemen, mencapai Rp 24,6 juta per meter persegi dengan perubahan per tahun sebesar 13%.

Posisi kedua ditempati Surabaya dengan harga rerata menembus angka Rp 21 juta per meter persegi dan mengalami pertumbuhan sekitar 8% per tahun.

Berdasarkan hasil riset Lamudi, situs pencarian properti global, selain Jakarta, dan Surabaya, terdapat sepuluh kota lainnya yang disurvey yakni Manado, Tangerang, Depok, Semarang, Bekasi, Balikpapan, Bogor, Samarinda, Kendari, dan Medan.

Bogor, Manado, dan Balikpapan, memperlihatkan tren menarik dalam dinamika harga. Ketiga kota ini mengalami pertumbuhan signifikan masing-masing sebesar 19%, 19%, dan 18% per tahun.

Harga rerata properti di Bogor saat ini berada pada posisi Rp 11 juta per meter persegi. Sementara harga rerata properti di Manado mencapai level Rp 16,7 juta per meter persegi, dan Balikpapan menembus angka Rp 11,1 juta per meter persegi.

Riset Lamudi juga memperlihatkan kenaikan harga tertinggi terjadi pada properti tipikal tertentu. Di Jakarta, properti tipe satu kamar tidur mengalami lonjakan harga tertinggi sebesar 39% menjadi rerata Rp 23,6 juta per meter persegi.

Sedangkan di Bogor, properti dua kamar tidur menunjukkan tren meningkat 48 persen menjadi Rp 11,4 juta per meter persegi. Demikian halnya dengan Balikpapan, properti dua kamar tidur meroket 41% menjadi rerata Rp 10,1 juta per meter persegi.

Manado juga menunjukkan tren serupa yakni melejit 48% untuk properti dua kamar tidur dengan harga Rp 17,3 juta per meter persegi. (tribunnews.com)

Selengkapnya »

Banyak Warga Belum Punya Rumah Alasan Pengembang Dipolisikan

Liputan6.com, Jakarta - Aduan Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) terhadap 191 pengembang perumahan ke Mabes Polri dikatakan memiliki dasar kuat.

Agus Sumagiarto, Deputi Bidang Pengembangan Kawasan Perumahan Kemenpera mengatakan, aduan tersebut merupakan upaya agar masyarakat Indonesia bisa memiliki rumah yang layak.

"Banyak yang belum punya rumah, masa mereka mau bangun rumah mewah saja. Padahal pemerintah sudah memberikan fasilitas pembiayaan dan perizinan," tegas dia saat berbincang dengan Liputan6.com, Rabu (18/6/2014).

Apalagi, menurut dia, pemerintah sudah memperkuat keinginan tersebut melalui aturan yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman dengan Hunian Berimbang serta Undang-Undang no 20 tahun 2013 tentang Rumah Susun.

Dia menyatakan, para pengembang sebenarnya cukup mudah untuk memenuhi kebutuhan rumah murah bagi masyarakat. Itu terkait dengan biaya pembelian tanah yang dinilai murah. Pada pembangunan perumahan juga harus disertai dengan fasilitas sosial maupun umum.

Dalam aturan yang diterbitkan sejak 2 tahun lalu itu menyebutkan pengembang wajib membangun rumah dengan komposisi 3:2:1 yakni pembangunan 3 rumah sederhana, 2 rumah menengah, dan 1 rumah mewah.

Sementara itu, untuk rumah susun aturannya adalah minimal pengembang membangun sebanyak 20 persen dari total luas lantai rumah susun komersial untuk rumah susun umum/sederhana. (Nrm/Gdn)

(liputan6.com)

Selengkapnya »

Senin, 16 Juni 2014

Menpera Tegaskan Komitmen Aturan Hunian Berimbang

Jakarta - Menteri Perumahan Rakyat Djan Faridz berkomitmen untuk menegakkan aturan hunian berimbang dengan melaporkan para pengembang yang dinilai tidak menerapkan konsep hunian berimbang dalam proyek perumahan mereka.

"Di dalam undang-undang tercantum jelas bahwa pengembang yang membangun rumah mewah harus membangun rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR)," kata Djan Faridz dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Sabtu (14/6).

Menpera memaparkan, aturan hunian berimbang adalah pengaturan dengan pola 1:2:3 untuk pembangunan bagi rumah mewah hingga rumah menengah ke bawah dengan maksud memberikan keadilan bagi sektor perumahan untuk semua kalangan.

Ia menyesalkan sikap para pengembang yang dinilai "malas" untuk membangun rumah bagi MBR. "Pengembang kurang dekat dengan rakyat jadi harus didekatkan agar mereka lebih memahami kebutuhan rakyat," ucapnya.

Untuk itu, ujar dia, pihaknya juga telah melaporkan pengembang terkait dengan tidak ditegakkannya hunian berimbang ke instansi Kejaksaan Agung serta berniat untuk melaporkannya pula ke aparat hukum lain.

Menpera mengemukakan, untuk saat ini pihaknya akan fokus untuk menegakkan konsep hunian berimbang khususnya kepada rumah susun yang dinilai sebagai salah satu solusi jitu mengatasi kekurangan rumah. (beritasatu.com)

Selengkapnya »

Alasan Menpera Alihkan FLPP ke Rusun

SEMARANG - Semakin sempitnya lahan untuk perumahan di Indonesia mau tidak mau pengembangan perumahan harus beralih dari landed house ke perumahan vertikal atau rumah susun.

Hal ini yang mendasari Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) untuk mengalihkan program perumahan melalui Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) untuk landed house ke rumah susun.

"Jadi FLPP tidak dihapus seperti yang beredar selama ini, FLPP hanya dialihkan ke Rusun. Kalau perumahan landed houseterus dibangun kasihan anak cucu kita nanti tidak punya sawah, karena habis untuk perumahan," kata Menteri Perumahan Rakyat Djan Faridz, usai membuka rapat koordinasi persiapan pelaksanaan pembangunan rusunawa II dan III 2014 di Semarang, Senin (16/6/2014).

Dia menegaskan, pengembangan rumah susun menjadi harga mati yang tidak bisa ditawar meskipun banyak pengembang yang masih keberatan dengan rencana tersebut dengan alasan masyarkat belum terbiasa hidup di rusun.

"Zaman Pak Harto (Presiden Soeharto) rakyat di Kota-kota besar sudah tinggal di rumah empat lantai melalui program perumnas, tiba-tiba tahun ini saya bilang harus kembali ke rumah susun, kemudian banyak yang keberatan, kenapa harus rumah susun," ujarnya.

Dia menyebutkan, Kemenpera tahun ini menargetkan membangun 800 rusun, dan sudah terealisasi 300 unit, sehingga masih menyisakan 500 unit. Dia mengaku, keterbatasan anggaran menjadi salah satu kendala utama dalam pembangunan rusun.

Per tahun Kemenpera mendapatkan anggaran hanya Rp1,4 triliun untuk pengembangan rusun. Dengan jumlah dana tersebut, sangat jauh dari kebutuhan. 

"Kita tahun depan menargetkan bisa mendapatkan anggaran kurang lebih Rp15 triliun. Dengan dana sebesar itu paling tidak kita bisa realisasi 10% atau sekitar 2.700 rusun,” ucapnya.

Djan mengungkapkan, rusun tersebut tidak hanya untuk rakyat kecil, tetapi juga untuk kalangan PNS, TNI/Polri, buruh dan universitas termasuk juga pondok pesantren. Kenapa pondok pesantren karena selama ini pondok pesantren kurang mendapatkan perhatian dari pemerintah.

Dalam kesempatan tersebut angkabacklog atau kebutuhan rumah untuk perumahan rakyat masih mencapai 13 juta unit. Diharapkan dengan UU Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) bisa mendapatkan anggaran lebih, sehingga rumah lebih banyak dalam rangka pengurangan backlog.

"Saat ini kita masih perjuangkan, dan nanti pada rapat paripurna terakhir akan diputuskan," kata dia.

Salah satu pengembang rumah sederhana di Jateng Andi Kurniawan berharap, program FLPP untuk perumahan landed house tidak dihapus. Pasalnya kebutuhan rumah sederhana di Jawa Tengah masih cukup besar.

Dia mengakui, mau tidak mau rusun harus dikembangkan, tetapi masih akan sulit untuk dikembangkan di Jawa Tengah. Pasalnya, di Jateng masih memiliki lahan cukup untuk pengembangan rumah sederhana. 

"Kalau di Daerah Jabodetabek memang perlu, karena sudah tidak ada lahan untuk landed house, tetapi kalau di Jateng saya pikir belum saatnya," pungkas Menpera. (sindonews.com)

Selengkapnya »

Timses Prabowo Janjikan Bunga KPR 5 Persen

Jakarta - Calon Presiden Prabowo Subianto menjanjikan bunga kredit perumahan rakyat (KPR) hanya sebesar lima persen melalui fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) untuk mengurangi kebutuhan rumah yang belum terpenuhi (backlog) sekitar 15 juta unit.

"Sekarang kan 7,25 persen (ditetapkan Kementerian Perumahan Rakyat), bagaimana menurunkan ke lima persen mau tidak mau harus ditambah (anggarannya), kalau sekarang Rp 2 triliun mungkin sekitar Rp 5 triliun," kata Tim Pemenangan Prabowo-Hatta Bidang Ekonomi Harry Azhar Azis dalam diskusi yang bertajuk yang bertajuk "Siapa Capres Paling Peduli Sektor Perumahan" di Jakarta, Selasa (10/6).

Harry juga mengatakan jika Prabowo terpilih menjadi presiden, program pembatasan rumah tapak yang diwacanakan Kemenpera akan dihapuskan. "Justru akan ditambah," katanya.

Terkait mengurangi "backlog", dia mengatakan akan menurunkan tiga juta setiap tahunnya, artinya dalam jangka waktu lima tahun permasalahan "backlog" akan teratasi.

Selain itu, dia mengatakan akan membuat 2.000 tower untuk perumahan, namun pemetaannya belum dijelaskan secara rinci, baik lokasi, anggaran dan mekanismenya.

Namun, disinggung mengenai kebutuhan perumahan yang terus meningkat, dia mengatakan akan mengkaji kembali mekanismenya agar bisa sejajar dengan sandang dan pangan.

"Kita bandingkan sekarang (kebutuhan) 1,3 juta unit per tahun, kalau targetnya tiga juta, berarti 1,5 juta kita penuhi, itu 'kan 50 persennya sudah bagus," katanya.

Wakil Ketua Komisi XI DPR itu juga mengatakan tidak akan memberlakukan bantuan untuk rumah komersil, artinya untuk rumah kedua, ketiga dan seterusnya.

"Dilepas saja, kalau mampu membeli sampai 10 rumah, itu sudah kemampuan pengembang, nantinya orang yang berhak mendapatkan rumah itu, malah harganya jadi mahal karena diambil spekulan," katanya.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif Indonesia Properti Watch Ali Tranghanda menilai rencana kebijakan tersebut tidak sesuai dengan anggaran yang ditetapkan.

"Semua bisa bicara angka, ketika angkanya kecil lima persen tapi kalau anggarannya nol koma persen 'kan kontraproduktif, artinya minimal anggaran pemerintah lebih dari itu," katanya.

Sementara itu, Deputi Bidang Pembiayaan Kemenpera Sri Hartoyo mengaku anggaran untuk KPR masih kurang, yakni pada 2013 hanya 4,5 triliun sementara kebutuhan 9,2 triliun.

"Pemerintah masih kesulitan dari sisi 'demand' (permintaan), celah fiskal dari APBN kita sempit," katanya.

Dia juga menyebutkan pemerintah hanya mampu memasok kebutuhan 100.000 unit rumah, sementara kebutuhan per tahunnya mencapai 400.000 unit. (beritasatu.com)

Selengkapnya »

Bambu, Kuatnya Setara Besi dan Beton!

Masih banyak masyarakat menyangsikan kemampuan bambu sebagai material yang baik untuk konstruksi. Padahal tanaman ini memiliki kemampuan setara besi dan beton.

"Mengapa kita tidak memanfaatkannya untuk membangun konstruksi jembatan, ‎rumah, pagar dan lain sebagainya, padahal Indonesia kaya akan bambu," kata pendiri Banten Creative Community, Mukoddas Syuhada, dalam siaran pers Wisata Edukasi Bambu, Senin (16/6/2014). 

Wisata edukasi Bambu, lanjut Mukoddas, meliputi workshop dan pelatihan, dan penanaman pohon. Hadir pada kegiatan ini antara lain mahasiswa asing asal Perancis, Vietnam, Jerman, Pakistan, Meksiko, serta Thailand‎ untuk belajar mengenai bambu.

Sebagai bukti bambu memiliki kekuatan setara besi, Mukoddas memperlihatkan, dua unit sepeda terbuat dari bambu yang ternyata aman, nyaman, dan menyenangkan untuk dikendarai meskipun harus melalu jalur ekstrim. Melalui wadah komunitas ini, masyarakat wajib memberi pendidikan tentang pentingnya memanfaatkan kearifan lokal di suatu daerah, yakni bambu agar dapat bermanfaat bagi masyarakat setempat‎.

"Seperti jembatan gantung di Lebak yang menggunakan kerangka besi, mengapa tidak menggunakan bambu yang banyak terdapat di daerah tersebut. Beberapa negara Eropa saat ini justru menggunakan bambu sebagai kerangka jembatan, bahkan mampu dilewati kendaraan roda empat," ujar Mukoddas. 

Dia menambahkan, bambu yang direndam secara alami justru semakin kuat bahkan tidak bisa dipotong dengan gergaji biasanya sehingga seharusnya dapat dipergunakan untuk konstruksi jembatan. Sayangnya, kendati bambu di Indonesia berlimpah, pemanfaatannya justru jauh tertinggal dibandingkan sejumlah negara yang tidak memiliki banyak bambu. 

"Hal ini karena masih ada anggapan bambu sebagai simbol kemiskinan. Misalnya, rumah yang menggunakan bilik anyaman bambu dianggap semi permanen," kata Mukoddas.

Mukoddas mengatakan, Indonesia memiliki 12 persen koleksi bambu dunia. Dengan demikian, bambu dapat dimanfaatkan sebagai bagian dari sektor konstruksi, mulai jembatan penyeberangan orang, gerbang tol, atau hunian. Bahkan, hasil penelitian Pusat Penelitian dan Pengembangan Perumahan dan Permukiman Kementerian Pekerjaan Umum di Bandung menunjukkan bahwa bambu dapat berfungsi sebagai tulang beton sehingga lebih terjangkau. 

Ramah lingkungan

Kepala Pusat Litbang Permukiman, Balitbang, Kementerian PU Anita Firmanti, kepadaKompas.com di Bandung, Selasa (9/4/2013), pernah mengatakan bahwa seharusnya penduduk di wilayah rentan gempa mencari bahan yang agak ringan. Misalnya di Jepang, 60 sampai 70 persen rumah satu lantai itu menggunakan kayu yang sebagiannya berasal dari Indonesia. 

"Kita sendiri malah merasa, rumah kayu itutemporary, kurang bagus. Padahal kendalanya psikologis, dan itu ada di masyarakat," kata Anita. 

Selain itu, Anita juga menemukan kecenderungan lain bahwa orang Indonesia silau dengan apa yang dibawa orang lain. Misalnya, orang Barat mengembangkan kawasan wisata. Tak sedikit masyarakat terkagum-kagum melihat orang asing membangun di Bali.

"Mereka melihat bagusnya konstruksi bangunan dari bambu, kemudian mereka kirim ke Amerika. Setelah itu, baru orang Indonesia kaya yang ingin ikut. Padahal, kami ini di Puskim terus berusaha menekan biayanya supaya bisa terjangkau oleh masyarakat. Nah, ini tantangan lagi, bahwa secara sosial kita juga memang harus didik masyarakat," ucap Anita.

Sementara itu, menurut Mukoddas, penggunaan bambu dalam konstruksi sangat ramah lingkungan karena berasal dari alam dibandingkan menggunakan bahan logam, besi, kawat, fiber, atau bahkan plastik yang sering dipergunakan pada bahan bangunan. 

Dia mengatakan, komunitasnya saat ini mulai memproduksi sepeda bambu dalam arti frame(kerangka) sepeda terbuat dari bambu, sedangkan lainnya tetap menggunakan komponen sepeda. Bahkan, untuk frame bambu tersebut ia berani memberikan jaminan kuat. Dalam waktu dekat, lanjut dia, hasil karyanya dari bambu itu akan dipresentasikan di Norwegia dalam waktu dekat. 

"Bambu ini tanaman yang mengikat air, daunnya rimbun dapat menahan air hujan sedangkan akar dan batangnya dapat menyimpan air, sehingga halaman rumah yang memiliki bambu biasanya sumurnya tidak pernah kesulitan air," ujarnya.

Dengan demikian, lanjut Mukoddas, bambu dapat dipergunakan untuk menghindarkan erosi di bantaran sungai. Dibandingkan harus menggunakan beton, bambu dapat menjadi terucuk alami karena akarnya akan menghujam ke dalam tanah. 

Mukoddas mengatakan, visinya hingga 2025 adalah masyarakat semakin bangga akan bambu Indonesia, yakni dengan memiliki 32.000 hektar tanaman bambu yang dapat dimanfaatkan sebagai sandang, pangan, dan papan. Jepang, kata Mukoddas, saat ini telah memiliki produk kain menggunakan serat bambu yang ternyata jauh lebih kuat dibandingkan bahan katun serta lebih nyaman dipergunakan.

"Selain mudah dipelihara dan gampang tumbuh, bambu juga menghasilkan oksigen 35 persen lebih besar dibanding tanaman lain, dan menyerap karbondioksida lebih ‎banyak, serta mampu menyerap bau," ujarnya. (kompas.com)

Selengkapnya »

Daftar Zonasi Rumah Murah Bebas PPN 2014

Daftar Zonasi Rumah Murah Bebas PPN 2014

1. Jawa (tidak termasuk Jabodetabek) seharga Rp 105 juta.
2. Sumatara (tidak termasuk Bangka Belitung) seharga Rp 105 juta.
3. Kalimantan sekitar Rp 118 juta.
4. Sulawesi seharga 110 juta.
5. Maluku dan Maluku Utara seharga Rp 120 juta.
6. Bali dan Nusa Tenggara seharga Rp 120 juta.
7. Papua dan Papua Barat seharga Rp 165 juta
8. Kepulauan Riau dan Bangka Belitung seharga Rp 110 juta.
9. Jabodetabek seharga Rp 120 juta.

Sumber: Kementerian Keuangan

Selengkapnya »

Minggu, 15 Juni 2014

Kemenpera Kecewa PPN Rumah Bersubsidi Dihapus

JAKARTA - Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) kecewa dengan adanya aturan dari Keuangan (Kemenkeu) yang menghapus PPN untuk rumah bersubsidi. Pasalnya perbedaan itu membuat masyarakat bingung ketika akan membeli rumah. Karena kini ada dua aturan yang berbeda. Selain itu hak Kemenpera dalam penentuan

Aturan pertama yakni yang dibuat oleh Kemenpera. Dalam regulasi itu Kemenpera menerapkan sitem KPR Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP). Awalnya skema ini memberikan subsidi untuk rumah tapak dan rumah susun. Namun pada bulan Mei 2014, Kemenpera mencabut subsidi itu. 

Akibatnya harganya rumah tapak naik mencapai 42 persen dari harga awal. Sedangkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) besarnya 10 persen ditanggung oleh konsumen. Harga baru itu berlaku di empat zona dan setiap zona harganya berbeda.       

Lain halnya dengan aturan yang dibuat oleh Kemenkeu. Lembaga yang dipimpin oleh M. Chatib Bisri itu menggratiskan biaya PPN untuk pembangunan rumah tapak dan rumah susun. Selain itu penerapan aturan itu pun lebih rinci yakni di Sembilan zona di Indonesia.

Menpera, Djan Faridz mengatakan sampai saat ini pihaknya belum mendapatkan keputusan dari Kemenkue terkait harga rumah yang bebas PPN. Faridz menjelaskan pihaknya sudah berkirim SMS untuk menanyakan hal itu kepada menteri keuangan. "Namun sampai kini belum dibalas," jelasnya.

Faridz menyatakan, pihaknya mendapatkan bocoran informasi terlait harga baru perumahan yang ditetapkan Kemenkeu. Dia mengakui nilainya lebih rendah dari harga yang dipatok oleh Kemenpera. Faridz pun menyanjung keputusan itu berpihak pada rakyat. Namun, lanjutnya, dia menilai kebijakan itu sudah terlambat.

"Itu sudah telat karena kebutuhan rumah murah bagi penduduk Indonesia semakin meningkat," paparnya.

Tak hanya itu, pihaknya juga dibuat kecewa dengan pengambilan keputusan kemenkeu terkait harga rumah tersebut. Faridz menjelaskan kekecewaan itu dikarenakan masukan dari Kemenpera diacuhkan. Padahal, kata dia, yang mengerti tentang perumahan rakyat baik itu harga rumah susun dan rumah petak adalah kemenpera.

"Harusnya kan kami yang lebih ahli. Ini masukan kami tidak didengarkan sama sekali," terangnya.

Politisi dari PPP tidak ingin dua aturan itu membingungkan pihak pengembang dan MBR. Jalan pintasnya, pihaknya membebaskan masyarakat untuk memilih mana yang lebih baik.

"Bagi yang ingin gratis biaya PPN silahkan ikut aturan Kemenkeu. Sedangkan yang memilih FLPP ikut regulasi Kemenpera," tuturnya.

Faridz mengatakan sebenarnya program Kemenpera yang mencabut subsidi untuk rumah tapak sudah sangat tepat. Menurut dia penduduk Indonesia semakin tahun jumlahnya semakin bertambah. Sedangkan tanah tidak bertambah. Untuk itu, Faridz mengatakan, kini trend pembangunan perumahan justru vertikal. "Kalau bangun rumah tapak terus akan habis tanah di Indonesia," paparnya.

Lebih lanjut, Faridz menjelaskan bahwa pihaknya siap jika kedepannya Kemenpera tidak diberikan kewenangan dalam mengatur harga rumah. Menurut dia, penetuan harga perumahan bisa di handle oleh Kemenkeu. "Silahkan ambil saja. Mereka lebih paham," ketusnya.

Sementara itu, jika aturan dari Kemenkeu itu disepakati maka tahun depan akan diberlalukan.  Deputi Bidang Pembiayaan, Sri Hartoyo mengatakan bahwa aturan yang dikeluarkan oleh Kemenkeu itu belum final. Menurut dia masih bisa berubah lagi. "Undang-undang saja bisa dicabut, apalagi peraturan menteri," jelasnya.

Seperti yang diketahui, pada bulan April lalu Kemenpera menetapkan kebijakan FLPP yang mengatur ketetapan harga baru rumah petak dan rusunami. Kenaikan harga yang dipatok besarnya 42 persen dari harga sebelumnya. Range harga awal berkirar Rp 88 juta sampai Rp 145 juta.

Dengan kebijakan baru rumah murah Zona I yaitu Non Jabodetabek Rp 105 juta dari semula Rp 88 juta. Untuk Jabodetabek yang masuk Zona II dipatok Rp 115 juta yang awalnya Rp 95 juta.  Zona III untuk Kalimantan, Maluku, Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat harganya Rp 105 juta awalnya Rp 88 juta. Sedangkan Papua yang masuk Zona IV harganya naik menjadi Rp 165 juta dari Rp 145 juta.

Harga itu berbeda dengan harga yang ditentukan oleh Kemenkeu. Kisaran harganya dari Rp 105 juta-Rp 165 juta. Terbagi menjadi sembilan zona. Yakni Jawa (non Jabodetabek) Rp 105 juta, Sumatera (tidak termasuk Bangka-Belitung) Rp 105 juta, Kalimantan Rp 118 juta, Sulawesi Rp 110 juta, Maluku dan Maluku Utara Rp 120 juta, Bali dan NTT Rp 120 juta, Papua dan Paua Barat Rp 165 juta, Kepulauan Riau dan Bangka Belitung Rp 110 juta, dan Jabodetabek Rp 120 juta.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Fuad Rahmany mengatakan, beleid terbaru pembebasan PPN untuk rumah murah berlaku hingga 2018 dan zonasinya diperluas dari tiga menjadi sembilan.

"Kenapa sampai 2018, agar lebih ada kepastian, tidak seperti sebelumnya yang tiap tahun harus keluar aturannya.  Adapun zonasi diperluas agar lebih detil karena harga rumah per wilayah beda-beda," ujarnya.

Menurut Fuad, rumah yang berhak mendapat fasilitas bebas PPN adalah yang berada di kisaran harga Rp 105 - 165 juta. Formulasi hitungannya sudah mempertimbangkan kenaikan harga tanah dan biaya konstruksi.

Misalnya, dia menyebut harga rumah murah kawasan Jabodetabek (Jakarta Bogor Depok Tangerang Bekasi) bebas PPN, pada 2014 maksimal Rp 120 juta, lalu naik berturut-turut menjadi  Rp 126,5 juta, Rp 133,5 juta, Rp 141 juta, sampai Rp 148,5 juta mulai 2015 hingga 2018. 'Penentuan harga ini berdasar masukan dari Kemenpera (Kementerian Perumahan Rakyat) dan PU (Pekerjaan Umum),' jelasnya.

Saat ini, detil lengkap aturan terkait insentif bebas PPN memang belum dipublikasikan karena Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang menjadi payung hukumnya belum mendapat nomor PMK di Kementerian Hukum dan HAM.

Secara terpisah menanggapi hal itu Ketua DPD REI Jatim Erlangga Satriagung mengatakan semestinya sektor properti harus menjadi sektor strategis dalam pembangunan nasional. Sebab kalau menjadi sektor strategis, maka akan menimbulkan multiplier effect yang positif bagi sektor usaha lain.

"Termasuk keluarnya kebijakan penghapusan PPN rumah bersubsidi, ini menunjukkan properti masih menjadi kebijakan sektoral dan menghambat terjadinya transaksi. Jadi, pemerintah cenderung berhitung dalam membantu penyediaan rumah bersubsidi. Semestinya pemerintah harus memperhitungkan multiplier effect dari sektor properti. Misalnya dengan kebijakan yang dapat meningkatkan transaksi. Nah semestinya untuk menjadi sektor yang strategis, kebijakan properti tidak boleh ditetapkan satu sektor, harus pemerintah yang memutuskan. Ini yang belum dipahami," urainya. (jpnn.com)

Selengkapnya »

60 Pengembang Properti Terancam Hukuman Pidana

60 Pengembang Properti Terancam Hukuman Pidana - Jakarta. Menteri Perumahan Rakyat (Menpera), Djan Faridz, melaporkan para pengembang properti "nakal" ke Kejaksaan Agung (Kejagung), Jumat (13/6). Sekitar 60 pengembang properti di Jabodetabek terancam hukuman pidana karena tak mematuhi undang-undang (UU).

Alasan Djan melaporkan para pengembang "nakal" karena tidak melaksanakan kewajiban membangun hunian berimbang. 

"Saya tadi menghadap Jaksa Agung melaporkan pengembang yang tidak melaksanakan undang-undang kawasan hunian berimbang. Saya minta Jaksa Agung melakukan pengusutan dan penindakan," kata Djan yang ditemui di kantornya, Jalan Raden Patah, Jakarta, Jumat (13/6).

Sekitar 60 pengembang yang telah didata oleh lembaga surveyor independen yaitu BUMN Sucofindo, mereka terancam hukuman pidana. Semua pengembang itu memiliki proyek di Jabodetabek. "Semua itu pidana, nanti hari Senin saya ke Polri, lalu ke KPK," tegas Djan.

Sementara itu Deputi Pengembangan Kawasan Kementerian Perumahan Rakyat, Agus Sumargiarto, mengatakan yang dilaporkan Djan Faridz kebanyakan pengembang skala besar. "Ya, yang besar, kayak Podomoro, Ciputra, seperti itu," ujarnya.

Dijelaskannya, aturan hunian berimbang mengatur pengembang wajib membangun dua rumah segmen menengah, dan tiga rumah sederhana ketika membangun satu rumah mewah. Sedangkan untuk rusun, ketentuannya mengatur pengembang wajib membangun 20% dari total luas lantai rumah susun komersial dalam bentuk rusun sederhana.

"Hukuman pidana paling lama dua tahun atau denda Rp 20 miliar itu untuk rusun. Rumah tapak itu ketentuannya pidana paling banyak Rp 5 miliar. Nggak ada kurungan," jelas Agus.

Kementerian Perumahan Rakyat menilai, masih banyak pengembang yang tidak melaksanakan kewajiban itu. Djan sempat mengaudit para pengembang perumahan dalam memenuhi kewajiban hunian berimbang. Cakupan wilayah ketentuan ini tak mesti dalam satu wilayah perumahan namun bisa dalam satu kabupaten/kota.

"Kita audit dan kita minta mereka memenuhi peraturan. Kalau sampai ada peringatan 1, 2, 3 tidak dipenuhi, itu kita akan bawa ke ranah hukum. Pidana, di UU ada kan pidana itu," kata Djan beberapa waktu lalu.

Ketentuan tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Perumahan Rakyat No. 10 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman dengan Hunian Berimbang, yang merupakan turunan dari UU No.1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman. 

Pada pasal 34 ayat 1 diatur, badan hukum yang melakukan pembangunan perumahan wajib mewujudkan perumahan dengan hunian berimbang. (medanbisnisdaily.com)

Selengkapnya »

Kamis, 12 Juni 2014

Kemenpera Bantu Rp15 juta per Rumah untuk Program Bedah Rumah

JAKARTA - Untuk menyediakan rumah yang layak huni bagi masyarakat yang tidak mampu, Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) memberikan bantuan melalui program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) atau yang dikenal dengan program bedah rumah. Adapun besaran bantuan yang diserah adalah Rp15 juta per unit rumah.
"Pemberian bantuan bedah rumah itu dibagi dalam dua tahap. Tahap pertama sebesar 50 persen dan sisanya akan diberikan apabila tahap pembangunan fisik sudah mencapai 30 persen," ucap Deputi Bidang Perumahan Swadaya Kemenpera, Jamil Anshari yang dikutip dari laman resmi Kemenpera, Rabu (4/6/2014).
Salah satu langkah Kemenpera untuk menyediakan perumahan bagi masyarakat adalah dengan melakukan penandatangan Perjanjian Kerjasama (PKS) dengan Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI) dalam rangka pemberian bantuan stimulan perumahan swadaya (BSPS) untuk percepatan pembangunan perumahan swadaya bagi anggota LVRI.
"Progam BSPS untuk LVRI merupakan gagasan dari Menteri Perumahan Rakyat yang telah dimulai sejak tahun 2012 dalam rangka membantu para veteran pejuang untuk mendapatkan rumah layak huni", ujarnya.
Tahun 2012, Jamil menyebut, Kemenpera berhasil merealisasikan program bedah rumah untuk LVRI terhadap 596 unit rumah. Sementara pada tahun 2013 adalah 191 unit. Sementara itu, menurut Wakil Ketua Umum II DPP LVRI, Arie Sudewo jumlah veteran di seluruh Indonesia saat ini mencapai 120 ribu orang. Dengan perincian 80 persen masih hidup dalam garis kemiskinan, sementara 20 persen sisanya hidupnya cukup berutung.
"Dengan bantuan ini maka dapat  membantu meningkatkan kualitas dan kuantitas hidup para veteran yang kurang beruntung”, jelas Arie Sudewo.(okezone.com)
Selengkapnya »

5 Kota Utama dengan Realisasi KPR Bersubsidi Terbesar

JAKARTA - Sepanjang Triwulan I-2014, pemerintah melalui Bank Indonesia telah menyalurkan 6,48 persen KPR FLPP dari total dana yang ditargetkan pada 2014 yaitu Rp4,5 triliun di 30 provinsi di Indonesia.
Dikutip dari laman resmi Bank Indonesia (BI), Jumat (16/5/2014) penyaluran KPR FLPP tertinggi yakni di provinsi Jawa Barat dengan nilai Rp88,9 miliar atau setara dengan 1.564 unit rumah.
Sementara itu di posisi kedua yakni di Banten dengan nilai FLPP sebesar Rp37 miliar atau sekira 668 unit rumah.
Di posisi ketiga ada provinsi Sumatera Selatan dengan nilai penyaluran sebesar Rp25,8 miliar atau 465 unit rumah. tak berbeda Jauh, di posisi keempat yaitu Kalimantan Barat dengan nilai FLPP Rp24,93 miliar atau 415 unit rumah. Sementara di posisi kelima adalah Kalimantan Selatan dengan nilai FLPP Rp17,8 miliar atau sekira Rp315 unit rumah.
Penyaluran FLPP terendah yaitu di Papua barat, yaitu hanya 1 unit rumah dengan nilai FLPP Rp88,2 juta. (okezone.com)
Selengkapnya »

Penyaluran KPR Perbankan di Sumut Naik 0,26 Persen

Bank Indonesia (BI) mencatat penyaluran kredit pemilikan rumah (KPR) oleh perbankan di Sumatera Utara (Sumut) per akhir Maret 2014 naik 0,26 persen atau mencapai Rp12,89 triliun dibanding akhir Desember 2013 sebesar Rp12,85 triliun.
"Rendahnya pertumbuhan KPR karena banyak faktor, mulai dari kurang bagusnya perekonomian hingga adanya pengetatan kredit sektor perumahan," kata Kepala BI Perwakilan Wilayah IX Sumut-Aceh, Difi A Johansyah di Medan, Selasa (20/5).
Difi menyebutkan dengan kondisi perekonomian yang masih kurang baik, masyarakat melakukan aksi berhati-hati melakukan pembelian rumah khususnya dengan sistem kredit dengan alasan khawatir terjadi kredit macet di tengah harga jual rumah yang juga semakin mahal.
Faktor dari bank sendiri juga mempengaruhi dimana ada sikap manajemen perbankan yang meningkatkan kehati-hatian dalam menyalurkan KPR untuk menghindari kredit macet.
Bank semakin hati-hati karena BI juga meminta bank berhati-hati dalam penyaluran kredit jenis apapun karena kondisi perekonomian yang melesu.
Pada tahun 2014, penyaluran kredit diharapkan hanya tumbuh maksimal sebesar 17 persen dibanding 2013.
Adapun peran Pemerintah dalam menahan lonjakan KPR itu adalah keharusan konsumen atau pembeli rumah untuk membayar uang muka perumahan dengan jumlah minimal yang telah ditetapkan.
"Pertumbuhan KPR yang melambat itu juga karena harga jual rumah yang terus naik sehingga pembeli harus menyesesuaikan dengan kemampuannya sembari menunggu kebijakan lain," katanya.
Sementara Wakil Sekjen DPP REI, Tomi Wistan menyebutkan sejak awal, REI sudah memperkirakan terjadi perlambatan dalam penjualan rumah khususnya dengan sistem kredit.
Perkiraan itu mengacu pada situasi perekonomian yang masih kurang membaik sehingga kemampuan membeli rumah semakin berkurang.
Pengembang sendiri kesulitan menekan harga jual karena selain harga lahan semakin mahal juga harga bahan bangunan dan termasuk perizinan juga semakin tinggi.
"REI sudah meminta pemerintah membuat langkah-langkah yang lebih berpihak untuk kembali meningkatkan penjualan properti khususnya tipe rumah sederhana," katanya. (skalanews.com)
Selengkapnya »

Penjualan Rumah Tipe Kecil Menurun Di Medan

MEDAN - Pada triwulan I tahun 2014, penjualan rumah tipe kecil hanya tumbuh 0,13 persen,  menurun dibanding triwulan sebelumnya yang tercatat 1,3 persen. Bahkan rumah tipe kecil ini sebagai  penyumbang terbesar menurunnya volume penjualan rumah secara keseluruhan mencapai 3,1 persen.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Wilayah IX Sumut-Aceh Difi A Johansyah kepada wartawan di Medan kemarin mengatakan penurunan penjualan rumah tipe kecil di Medan ini berbanding terbalik dengan nasional yang tercata sebesar 1,3 persen.
Ia menyebut penjualan rumah tipe kecil menurun hingga 13,74 persen karena selain kenaikan harga, juga menurunnya pertumbuhan disebabkan terbatasnya persediaan rumah dan lahan. Hal ini juga tergambar dari jumlah pembangunan rumah tipe kecil yang menurun hingga 14,9 persen pada triwulan laporan.
Searah dengan nasional, jelasnya, harga properti residensial di Kota Medan terus meningkat meski mengalami perlambatan. Survei Harga Properti Residensial (SHPR) yang dilakuakn terhada 30 pengembang proyek perumahan (developer) yang menjadi anggota Real Estate Indonesia (REI) Sumut mencatat rata-rata harga properti di Kota Medan pada triwulan I 2014 tumbuh sebesar 0,33 persen,
lebih rendah dibanding triwulan IV 2013 yang mencatat pertumbuhan 0,57 persen. Peningkatan harga tersebut lebih rendah dibandingkan nasional yang mencatat pertumbuhan hingga 1,45 persen pada triwulan I 2014.
Pertumbuhan harga properti residensial tertinggi terjadi pada rumah tipe besar yang mencapai 0,47 persen, diikuti rumah tipe menengah yang mencapai 0,37 persen. Rumah tipe besar dan menengah ini menunjukkan kecenderungan peningkatan pertumbuhan dibandingkan triwulan sebelumnya yang masing-masing tumbuh sebesar 0,16 persen dan 0,26 persen pada triwulan I 2014, meski mengalami perlambatan dibandingkan dengan tiwulan sebelumnya.
Pertumbuhan KPR pada triwulan I 2014 mencapai 0,26 persen (qtq) dari Rp12,85 triliun pada Desember 2013 menjadi Rp12,89 triliun pada Maret 2014. Pertumbuhan outstanding KPR tersebut lebih rendah dibandingkan pertumbuhan KPR pada triwulan sebelumnya yang sebesar 3,16 persen (qtq) dari Rp12,46 triliun pada September 2013 menjadi Rp12,85 triliun pada Desember 2013.
Gunawan Benjamin, pengamat ekonomi Sumut kepada Berita Senin (2/6) mengatakan Kebijakan menaikkan uang muka untuk kredit KPR menekan permintaan kredit di sektor properti tersebut. Kebijakan pemerintah yang menaikkan harga BBM di tahun 2013 lalu, secara langsung mengakibatkan kenaikan pada harga bangunan maupun jasa tukang. Inflasi disini yang menjadi masalah mendasar sehingga BI rate harus dinaikkan.
Ditengah kondisi tersebut, kata Gunawan, BI justru menempuh menaikkan kebijakan uang muka untuk pembelian Rumah. Jelas, meskipun sejumlah lembaga pembiayaan mampu mengakali besaran DP kepada konsumen, akan tetapi beban bunga yang tinggi tetap akan menahan permintaan kredit KPR tersebut.
Ini sesuai dengan skenario BI, dimana kredit yang sangat berpeluang tinggi macetnya harus diperlambat. Bayangkan saja, bila LTV tidak dinaikkan dan bunga pinjaman turun. Permintaan KPR akan mengalami lonjakan meskipun di SUMUT sendiri sejumlah regulasi terkait tata ruang masih banyak bermasalah.
Praktis memang pelemahan permintaan karena ada pendekatan yang dilakukan oleh BI untuk mengendalikannya. Bila mengacu kepada besaran indeks harga properti residensial di kota medan sebesar 205.91, maka harga rumah telah mengalami kenaikan dua kali lipat lebih sejak tahun 2002 bila mengacu kepada harga dasar indeks di tahun 2002.”Kredit sektor perumahan perlu di waspadai. Meskipun sejauh ini saya menilai belum masuk pada kondisi bubble,” katanya.
Menurutnya, ada banyak spekulan disini yang membuat harga rumah kerap mengalami lonjakan. Motif investasi di sektor properti yang terkadang membuat sektor ini rawan macet. Kenaikan BI rate dari 5,75 persen menjadi 7,5 persen dalam waktu singkat mengancam daya beli masyarakat. Inflasi yang menggerus daya beli harus dibebankan ke masyarakat yang justru mendapat  beban tambahan cicilan KPR karena kenaikan bunga. Jadi klop, potensi macetnya besar. ( beritasore.com)
Selengkapnya »

Jumat, 06 Juni 2014

Kemenpera fokuskan penyaluran KPR subsidi untuk rusun

Jakarta - Kementerian Perumahan Rakyat memfokuskan penyaluran kredit pemilikan rumah (KPR) bersubsidi untuk rumah susun guna mengatasi masalah keterbatasan lahan akibat pertumbuhan hunian sementara kebutuhan rumah semakin banyak.
"Kami akan fokuskan penyaluran KPR FLPP (Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan) di Rusun. Kalau bangun rumah tapak terus menerus, akan menggerus lahan produktif yang ada saat ini," kata Deputi Bidang Pembiayaan Kemenpera Sri Hartoyo dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Ahad.
Untuk itu, menurut Sri Hartoyo, Kemenpera ke depannya akan memfokuskan penyaluran bantuan subsidi KPR FLPP untuk Rumah Susun.
Ia memaparkan, Kelompok sasaran untuk KPR Sejahtera susun adalah masyarakat berpenghasilan rendah dengan penghasilan tetap maupun tidak tetap paling banyak Rp7 juta.
Sedangkan harga Rusun memiliki batasan harga yang berbeda di setiap provinsi. Batasan harga Rusun paling rendah berada di wilayah Provinsi Sulawesi Tengah Rp6,9 juta per meter persegi dan paling tinggi adalah di Provinsi Papua yaitu Rp15 juta per meter persegi.
Sebagaimana diketahui, Kemenpera bekerjasama dengan bank mengadakan program FLPP untuk menyediakan subsidi perumahan bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dengan suku bunga fixed 7.25% dengan jangka waktu paling lama 20 tahun.
Dengan skema KPR FLPP ini, lanjutnya, lebih banyak bantuan yang dapat disalurkan, karena dana dari pemerintah yang digabungkan dengan dana dari bank terus bergulir.
Sebelumnya, Menteri Perumahan Rakyat Djan Faridz mengatakan, pembangunan rumah susun merupakan solusi yang efektif bagi penyediaan rumah sebagai tempat tinggal bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
"Penduduk setiap tahun bertumbuh, tetapi tanah tidak tumbuh. Jalan keluar yang terbaik adalah rumah susun," kata Djan Faridz dalam diskusi yang digelar Forum Wartawan Perumahan Rakyat (Forwapera) yang digelar di kantor Kemenpera, Jakarta, Selasa (13/5).
Menurut Menpera, pembangunan rumah susun merupakan solusi yang efektif apalagi mengingat kebutuhan rumah diperkirakan bertambah hingga sebesar 1 juta unit per tahun.
Sebagaimana diketahui, Kementerian Perumahan Rakyat telah mengeluarkan kebijakan agar pada tahun 2015 tidak ada lagi fasilitas rumah bersubsidi untuk rumah tapak.
Djan memaparkan, bila MBR lebih banyak yang tinggal di rumah tapak di pinggiran kota, maka akan menambah banyak permasalahan seperti kemacetan hingga sarana dan prasarana yang harus dibangun pemerintah guna mengangkut mereka. (antaranews.com)
Selengkapnya »