Senin, 03 April 2017

Pengertian Hak Milik

Tanah dengan kedudukan Hak Milik sudah sejak dulu dikenal oleh masyarakat sehingga bukan merupakan suatu hal yang baru/ asing di Indonesia. Landasan ideal dari Hak Milik ini adalah Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Jadi, secara yuridis formal, hak perseorangan terhadap sesuatu itu memang ada dan diakui oleh negara. Hal ini dibuktikan dengan adanya Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang UUPA.

Dahulu, Hak Milik dalam pengertian hukum Barat adalah sesuatu yang bersifat mutlak. Hal ini sesuai dengan paham yang mereka anut yaitu individualisme, di mana kepentingan terhadap miliknya adalah segala-galanya sehingga yang namanya Hak Milik tadi tidak dapat diganggu gugat. Akibat adanya ketentuan yang demikian, maka pemerintah pun tidak dapat bertindak banyak terhadap hal milik seseorang meskipun hal itu perlu untuk kepentingan umum. Hak Milik dapat pula diartikan hak yang dapat diwariskan secara turun-temurun, terus-menerus dengan tidak harus memohonkan haknya kembali apabila terjadi perpindahan hak. Dalam pengertian sekarang, Hak Milik atas tanah yang tercantum dalam pasal 20 ayat (1) UUPA adalah sebagai berikut.

"Hak Milik adalah hak yang turun-temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan dalam Pasal 6, sehingga dilihat dari sini Hak Milik mempunyai unsur-unsur sebagai berikut:

1. Terkuat, menunjuk jangka waktunya (jangka waktu tidak ditentukan/ tidak mempunyai batas waktu).

2. Terpenuh, menunjuk luas wewenangnya dalam menggunakan tanah tersebut (wewenangnya tidak dibebani).

3. Turun-temurun, artinya dapat diwariskan atau dapat 'dipindahkan dari satu generasi ke generasi berikutnya."

Menurut Pasal 6 dari UUPA dikatakan bahwa semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial. Istilah terkuat dan terpenuh dalam pasal tersebut tidak berarti bahwa hak milik merupakan hak yang mutlak, tidak terbatas, dan tidak dapat diganggu gugat. Istilah ini dimaksudkan untuk membedakannya dengan hak-hak atas tanah lainnya yang dimiliki oleh individu. Dengan kata lain, Hak Milik merupakan hak yang paling kuat dan paling penuh di atas semua hak-hak atas tanah lainnya sehingga pemilik mempunyai hak untuk menuntut kembali di tangan siapa pun benda itu berada. Seseorang yang mempunyai hak milik dapat berbuat apa saja sekehendak hatinya, namun tindakannya tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang atau melanggar hak atau kepentingan orang lain yang dimaksud dalam Pasal 6.

Gagasan bahwa hak milik mempunyai fungsi sosial ini didasarkan pada pemikiran bahwa hak milik atas tanah tersebut perlu dibatasi dengan dungsi sosial. Hal ini dalam rangka mencegah penggunaan hak milik yang tidak sesuai dengan fungsi dan tujuannya. Dasar hukum fungsi sosial tercermin di dalam pasal 33 ayat (5) UUD 1945 berbunyi sebagai berikut, "Bumi dan air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. "


Selengkapnya »