Rabu, 02 Juli 2014

Di Malaysia, Pembeli Properti Asal Indonesia Melonjak 40 Persen


Jumlah pembeli asing asal Indonesia di pasar properti Malaysia terus meningkat dengan pertumbuhan 5 persen per tahun atau 40 persen sejak tahun 2006 hingga awal 2014. Konsumen Indonesia membeli properti di Kuala Lumpur, Penang, dan Johor, terutama kawasan Puteri Harbour. 


Pertumbuhan jumlah pembeli asal Indonesia itu dimungkinkan karena harga properti di Singapura sudah sangat tinggi atau empat kali lipat lebih mahal dibanding harga properti Malaysia. Sementara itu, harga properti di Malaysia masih terhitung kompetitif, yakni mencapai rerata 300.000 ringgit Malaysia atau ekuivalen dengan Rp 1,1 miliar per unit. 



"Peningkatan jumlah orang Indonesia yang membeli properti di Malaysia menjadikannya sebagai kelompok pembeli terbesar ketiga setelah Singapura, dan Tiongkok," ujar Chief Operating Officer and President Pacific Star Holdings Pte Ltd., Glen Chan, kepada Kompas.com, Jumat (27/6/2014).



Properti Malaysia menjadi menarik, lanjut Glen, karena menawarkan potensi kenaikan harga sebagai dampak positif dari pengembangan masif infrastruktur-infrastruktur baru seperti jaringan transportasi kereta berkecepatan tinggi (high speed rail link) yang menghubungkan Singapura-Johor-Kuala Lumpur.



Pendapat senada dikemukakan Direktur Alpha Marketing, Ryan Khoo. Menurutnya, harga properti Singapura sangat mahal, sehingga memunculkan peluang tumbuhnya pasar baru seperti di Malaysia.



"Regulasi ramah investasi yang diterapkan Pemerintah Malaysia juga ikut mendukung pertumbuhan tersebut. Sebut saja, pengenaan pajak yang ringan, suku bunga kredit properti yang rendah hanya 4 persen, tak ada batasan jumlah pembelian untuk orang asing, kemudahan paket kepemilikan dan lain-lain kebijakan ramah investasi," tutur Ryan. 



Tak pelak, tawaran-tawaran kemudahan tersebut di atas menggoda pembeli dan investor asal Indonesia untuk juga "memborong" apartemen menengah-atas yang dikembangkan Pacific Star. Dari total 660 unit apartemen Puteri Cove Residences seharga Rp 2,5 miliar hingga Rp 20 miliar per unit, 8 persen di antaranya dibeli orang Indonesia. Padahal, proyek ini baru akan dipasarkan secara resmi di Indonesia pada Agustus mendatang. (kompas.com)
Selengkapnya »

Properti untuk Gengsi dan Koleksi Hanya Ada di Jakarta dan Bali


Properti gaya hidup atau lifestyle property memang belum banyak ditawarkan di Indonesia. Namun, kehadirannya mulai menjadi fenomena seiring bertumbuhnya jumlah orang super kaya. 

Menurut hasil riset The Wealth Report 2014 keluaran Knight Frank Indonesia, orang ultra kaya (ultra high net worth indoviduals atau UNHWI) Indonesia pada 2013 mencapai 834 orang. Sebanyak 626 orang dikategorikan sebagai super kaya dengan aset lebih dari 30 juta dollar AS,  dan super kaya centa sejumlah 185 orang dengan aset hingga 100 juta dollar AS. 

Sementara kalangan berjuluk miliarder sebanyak 23 orang. Untuk kategori terakhir, adalah mereka yang selama ini menjadi "langganan" daftar peringkat orang terkaya versi Forbes. 

Merekalah pembeli properti gaya hidup yang ditawarkan pengembangnya hanya sebagai instrumen gengsi, koleksi dan juga simbol status. Properti gaya hidup ini dijual dengan harga 25 persen hingga 50 persen lebih tinggi ketimbang properti mewah sekelas.

Menurut CEO Leads Proeprty Indonesia, Hendra Hartono, pengembang Indonesia sudah mulai melirik properti gaya hidup ini. Meski tidak komprehensif, namun memiliki beberapa fitur yang dapat melengkapi kebutuhan prestise dan simbol status calon pembelinya. 

"Lifestyle property didefinisikan sebagai hunian mewah yang memiliki ciri-ciri dan merefleksikan gaya hidup dengan beberapa fasilitas penunjang status para calon pembeli. Ada fitur dermaga, tempat penyimpanan anggur, parkir mobil di masing-masing unit apartemennya, atau bisa juga chef restoran terkenal yang dipanggil khusus ke unit apartemen pemilik yang bersangkutan," papar Hendra kepada Kompas.com, Senin (30/6/2014). 

Bahkan, dalam kacamata COO and President Pacific Star Holdings, Glen Chan, properti gaya hidup sama seperti jam tangan "Rolex". Siapa saja yang memakai jam ini, akan diterima dalam pergaulan internasional. 

Di Indonesia, properti gaya hidup hanya ada di Jakarta dan Bali. Di Jakarta, properti-properti ini berada di lokasi premium seperti CBD Thamrin, CBD Sudirman, kawasan Menteng, dan Pondok Indah yang dikembangkan oleh developer khusus (boutique developer). 

"Biasanya, apartemen tersebut tidak dijual secara komersial untuk para investor. Tetapi cenderung ditawarkan kepada pengguna akhir (end user) yang memang menghargai fitur-fitur mewah seperti itu," tambah Hendra. 

Sementara di Bali, properti yang ditawarkan berkonsep resor atau villa dengan pemandangan laut lepas yang hanya bisa diakses penghuni, atau pegunungan dengan tingkat privasi tinggi. Properti-properti ini dikelola secara profesional dengan melibatkan jaringan international (international chain operator).

"Mereka menggunakan propertinya untuk acara-acara tertentu seperti arisan, pesta ulang tahun, atau pesta pergantian tahun. Kalau disewakan, imbal hasilnya tidak sebanding dengan harga jualnya," tutur Hendra. (kompas.com)
Selengkapnya »

Singapura, Pasar Properti Paling Transparan Se-Asia


SINGAPURA - Perusahaan konsultan properti JLL menobatkan Singapura sebagai negara pasar properti paling transparan di Asia. Singapura berhasil menyalip Hong Kong yang sebelumnya berada di posisi ini dalam laporan dua tahunan JLL yang berjudul Global Real Estate Transparency Index.

Seperti dikutip dari Property Report, Kamis (3/7/2014), ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan mengapa Singapura menjadi pasar propeti paling transparan di Asia. 

Pertama, berbagai kebijakan yang dikeluarkan pemerintah untuk mendinginkan pasar propertinya., sehingga mempengaruhi tingkat transparansi pasar.

Kedua, Singapura memiliki fundamental hukum pasar yang baik, dan pajak properti yang rendah. Selain itu, pertumbuhan ekonomi, sorotan media, penghargaan, ekspansi global yang nyata, juga menjadi alasan mengapa Singapura yang dipilih menduduki predikat ini.

Tidak hanya itu, Singapura juga terkenal dengan kemudahan memperoleh data yang spesifik seperti informasi pendaftaran tanah.  Jika di ranking dunia, Singapura berada di posisi 13, disusul dengan Hong Kong diperingkat 14. 

Global Real Estate Transparency Index yang dirilis JLL mendata 100 negara di dunia. Didirikan sejak tahun 1999, tahun ini ada 102 pasar properti di berbagai negara yang disurvei JLL. (okezone.com)
Selengkapnya »